Kolom

Urgensi Perda Perimeter Zona Bebas Rokok di Kawasan Pendidikan

Belum lama ini di Sumatera Barat lebih tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota viral video siswa (yang terlalu berumur untuk siswa SD) memaki dan membentak guru SD nya. Beberapa minggu setelah itu, kembali viral seorang guru di Jawa Barat dipukul dengan “ketapel” oleh orang tua siswa karena melarang anaknya merokok.

Kasus ketimpangan dan rasa hormat kepada penggiat pendidikan semakin berkurang, terlebih menurunnya marwah karena status “umar bakri”. Mengingat fenomena ini, perlu rasanya kita bersama-sama mempertimbangkan untuk mengemas kembali ekosistem pendidikan. Di Indonesia pengelolaan pendidikan tidak sepenuhnya dilakukan pemerintah, juga melibatkan swadaya masyarakat yang berbentuk institusi formal seperti yayasan. Pengelolaan ini selain memerlukan pendampingan dan dukungan biaya, juga diperlukan kebijakan-kebijakan yang melindungi penggiat pendidikan dari tekanan-tekanan pihak lain dalam pengelolaan.

Di sekitar penulis sendiri, walaupun tidak sampai viral, seorang guru diancam akan dilukai oleh orang tua siswa karena melarang siswa untuk pergi ke warung miliknya yang berada di sebelah dinding sekolah karena sering tertangkap siswa membeli rokok di warung tersebut. Yang lebih buruk lagi orang tua siswa pemilik warung ini menghasut anaknya untuk mengancam gurunya dengan “ladiang”. Walaupun peristiwa ini kemudian bisa dilerai, akan tetapi tindakan diluar batas etika masyarakat terhadap penggiat pendidikan harus menjadi catatan serius betapa riskannya penggiat pendidikan ketika mendidik.

Peristiwa ini tentu menjadi tamparan keras, dimana masyarakat dalam hal ini orang tua dan pemilik warung yang kita harapkan menjadi perisai bagi pendidikan, justru menjadi beban bagi dunia pendidikan. Disaat guru dan sekolah bekerja keras mendidik siswa, di sisi lain juga terdesak untuk mendidik masyarakat secara keseluruhan, sedangkan sumberdaya dan kekuatan yang serba terbatas.

Disaat-saat masih banyaknya perbaikan yang perlu dilakukan dalam dunia pendidikan, seperti biasa rutinitas pemilu “pesta rakyat” kembali datang dan akan sedikit banyaknya melupakan agenda yang sangat penting ini. Disaat ini lah perlu rasanya para calon-calon pemegang kebijakan untuk bertenggang rasa untuk berlomba-lomba menaikkan isu pendidikan, bukan justru memanfaatkan kredibilitas dunia pendidikan sebagai alat dalam berpolitik praktis.

Menteri Bpk. Muhajir menguatkan apa yang penulis sampaikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, bahwa sebetulnya permasalahan utama pendidikan di Indonesia adalah pertumbuhan populasi penduduk yang massif dan ekonomi regional yang maish jauh dibawah UMR regional. Sektor-sektor informal tidak bertransformasi menjadi formal seperti yang diharapkan. Sehingga regional tertentu khususnya di daerah, masih dominan berharap pada anggaran APBD yang terbatas.

Jika kita bahas kedua topik ini tentunya akan sangat panjang, mari kita fokus kepada urgensi perimeter aman untuk siswa sekolah agar tidak menemukan warung yang menjual rokok ataupun produk-produk berbahaya yang mengancam perkembangan anak didik. Perimeter ini penting dikarenakan masih banyaknya warung-warung yang menjual rokok didepan sekolah. Ataupun juga perimeter ini sulit diwujudkan setidaknya, ada syarat khusus bagi warung-warung dalam perizinan yakni meletakkan informasi tidak menjaual kepada anak sekolah.

Urgensi atas perda rokok rasanya tidak berlebihan jika melihat masih rendahnya literasi dan tingginya tingkat pengangguran di Kabupaten ini dan juga pada umumnya daerah-daerah lainnya. Secara umum di beberapa kota besar lainnya dan negara-negara maju pembatasan rokok memang sebagiannya dilakukan oleh city council atau dalam hal ini pemerintah kota kabupaten. Sehingga rasanya memang tepat jika perda ini dapat disusun sebagai upaya menjaga ekosistem pendidikan.

Upaya perda rokok ini bukan berarti adanya pelarangan secara total, akan tetapi upaya melakukan penataan terhadap waktu merokok, tempat merokok dan sampah yang berserakan akibat aktifitas merokok. Beberapa kantor dan gedung yang telah melaukan penataan ini nampak lebih mampu menjaga estetika dan kedisiplinan kerja.

Perimeter yang memungkinkan bagi mendukung perkembangan ekosistem pendidikan sekurang-kurangnya minimal 500 meter untuk kawasan padat dan jika memungkinkan 1 kilometer untuk kawasan tidak padat. Kawasan tidak padat pada umumnya membolehkan siswa untuk membawa kendaraan  bermotor untuk pergi kesekolah, sehingga perimeter yang lebih luas tentu juga dperlukan.

Manfaat yang didapat dari adanya perda ini adalah guru dan siswa terlindungi dari budaya merokok yang kurang produktif dan kenakalan-kenakalan remaja yang berjangkit dari budaya merokok. Dengan adanya perlindungan terhadap dunia pendidikan, diharapkan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat tercapai. Dunia pendidikan juga tidak dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan kecil dan kedisiplinan akibat budaya ini.

Tantangan yang akan dihadapi adalah penolakan dari pemilik warung yang mungkin akan merasa dirugikan, yang sebetulnya pendapatannya dari penjualan rokok tidak terlalu signifikan. Sehingga upaya sosialisasi menciptakan standar hidup yang sehat dan produktif harus terus digalakkan, sehingga masyarakat dapat memahami usaha yang tengah dilakukan ini.

Jika sekolah sudah berusaha menjaga kondusifitas dunia pembelajaran di lingkungan sekolah. Setidaknya di luar sekolah mereka dilindungi dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya ekosistem pendidikan. Dengan upaya dan sinergi yang sama dilakukan antara pemerintah daerah dan ekosistem pendidikan kita harapkan terjadinya akselerasi kualitas dunia pendidikan menjadi lebih baik dan memiliki daya saing dengan kawasan-kawasan yang sudah lebih dahulu maju lainnya.

Artikel asli: https://darulfunun.id/insight/policy-initiatives-collaborative-engagement/20230811-urgensi-perda-perimeter-zona-bebas-rokok-di-kawasan-pendidikan

Related Articles

Back to top button