Kunjungan Prabowo ke Timur Tengah dan Turkiye, Satu Diplomasi untuk Palestina


Kunjungan Presiden Terpilih Prabowo Subianto ke lima negara Timur Tengah pada April 2025 ini tidak semata mencerminkan diplomasi luar negeri yang biasa, tetapi menjadi penanda penting dalam transformasi sikap Indonesia terhadap krisis kemanusiaan di Palestina. Dengan membawa misi kemanusiaan yang konkret, yakni rencana evakuasi 1.000 warga Gaza yang terluka, trauma, dan yatim piatu ke Indonesia, Prabowo menegaskan sebelum keberangkatannya bahwa Indonesia bukan sekadar bersimpati, tetapi juga siap bertindak dengan langkah nyata dengan pilihan-pilihan yang terbatas.
Lawatan ini berlangsung dalam konteks yang sangat genting. Lebih dari enam bulan serangan tanpa henti di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 70.000 orang (The Lancet), sebagian besar perempuan dan anak-anak. Infrastruktur kesehatan dan pendidikan hancur, bantuan kemanusiaan terhambat, dan tekanan terhadap warga sipil semakin parah. Ketimpangan perang yang nyata antara kekuatan militer Israel dan kondisi sipil Palestina telah menyudutkan rakyat Gaza pada posisi yang tidak seimbang secara moral dan politik.
Bahkan, sejumlah pengamat internasional, aktivis HAM, hingga akademisi dari berbagai negara mulai menyebut situasi ini sebagai bentuk genosida modern. Serangan tanpa pandang bulu, pemblokiran bantuan, dan penghancuran sistematis infrastruktur sipil menggambarkan bahwa ini bukan sekadar konflik bersenjata, melainkan upaya penghapusan eksistensi suatu bangsa. Dalam suasana seperti ini, banyak negara Islam menghadapi kenyataan pahit: keterbatasan langkah konkret untuk menghentikan kekerasan secara langsung, selain memberikan dukungan politik dan bantuan kemanusiaan kepada bangsa Palestina harus diambil sebagai satu ijtihad.
Dalam latar inilah upaya Prabowo menyegarkan kembali opsi evakuasi sementara bagi 1.000 orang Palestina menjadi penting dan strategis. Ia menunjukkan bahwa perjuangan tidak berhenti pada pernyataan dan kecaman, tetapi juga hadir dalam bentuk aksi nyata dan berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini semua pilihan tidaklah menguntungkan karena dalam posisi tawar yang lemah.
Dalam pilihan-pilihan yang terbatas seperti ini diplomasi harus terus berjalan secara konstruktif. Siapa yang mempelajari Sirah nabawiyah memahami bagaimana nabi berunding dengan keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan. Tetapi sebagai Muslim kita meyakini setiap opsi yang dipilih akan ada keberkahan dan kemaslahatan yang Allah sselipkan dalam takdirnya. Hanya dengan sikap seperti ini, keadaan terus bergulir bahkan dapat berubah jika ditanggapi sebaik-baiknya.
Lima Negara, Satu Misi
Kunjungan Prabowo meliputi Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania, lima negara kunci dalam lanskap geopolitik Timur Tengah. Di UEA, Prabowo bertemu Presiden Mohammed bin Zayed Al Nahyan, membahas kerja sama kemanusiaan dan mekanisme pendukung evakuasi warga Gaza. UEA sebelumnya juga berperan dalam mendanai rumah sakit lapangan dan bantuan logistik ke Palestina, sehingga dukungan mereka menjadi strategis.
Di Turki, Prabowo menjalin komunikasi intensif dengan Presiden Recep Tayyip Erdoğan, tokoh yang selama ini sangat vokal membela hak-hak rakyat Palestina. Keduanya membahas pentingnya desakan internasional untuk menghentikan agresi militer serta mencari solusi dua negara yang adil dan berkelanjutan.
Kairo menjadi titik krusial. Sebagai negara tetangga yang memiliki kontrol atas perbatasan Rafah—gerbang utama keluar-masuk bantuan dan pengungsi dari Gaza—Mesir menjadi mitra utama dalam rencana evakuasi. Pemerintah Mesir, melalui koordinasi dengan UNRWA dan WHO, menyambut inisiatif Prabowo sebagai bentuk solidaritas konkret yang jarang dilakukan oleh negara lain.
Di Doha dan Amman, Prabowo melanjutkan diplomasi kemanusiaan, bertemu Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani dan Raja Abdullah II dari Yordania. Kedua negara ini berperan besar dalam dukungan diplomatik dan distribusi bantuan di Palestina, serta memiliki hubungan erat dengan berbagai faksi di wilayah tersebut.
Rencana Evakuasi: Langkah Humanis dan Terukur
Rencana evakuasi 1.000 warga Palestina oleh Indonesia menjadi salah satu inisiatif pertama dari Asia Tenggara yang bersifat langsung dan operasional. Fokus utama adalah mereka yang membutuhkan perawatan medis, serta anak-anak yang kehilangan keluarga dan membutuhkan perlindungan psikososial. Pemerintah Indonesia telah menyatakan kesiapan mengerahkan pesawat khusus dan menyiapkan fasilitas penampungan sementara di sejumlah rumah sakit serta pusat rehabilitasi.
Presiden Prabowo secara tegas menekankan bahwa langkah ini bukan bentuk relokasi permanen. “Kami tidak ingin mengubah demografi Palestina. Kami ingin mereka pulih dan bisa kembali dengan selamat saat situasi membaik,” tegasnya dalam konferensi pers di Ankara (9/4). Sikap ini sejalan dengan prinsip Indonesia untuk tidak mendukung segala bentuk pemindahan paksa rakyat Palestina, yang kerap dijadikan alat politik oleh kekuatan tertentu untuk mengosongkan wilayah Gaza.
Evakuasi ini akan dikoordinasikan secara hati-hati dengan otoritas Palestina, Pemerintah Mesir, serta badan PBB terkait seperti UNRWA dan ICRC. Dalam jangka pendek, evakuasi ini akan menjadi contoh bahwa negara-negara berkembang pun mampu berkontribusi nyata dalam krisis global.
Pro Kontra Publik
Namun demikian, tidak semua pihak menyambut rencana ini dengan antusias. Sejumlah pengamat menyuarakan kekhawatiran terkait kesiapan Indonesia dalam menerima pengungsi, dari aspek logistik, pendanaan, hingga integrasi sosial. Di sisi lain, beberapa media asing juga menyebut langkah ini sebagai bentuk upaya Prabowo untuk mengimbangi tekanan ekonomi dari negara-negara mitra dagang yang sebelumnya sempat mempertimbangkan kebijakan tarif terhadap Indonesia.
Meski demikian, sejarah mencatat bahwa Indonesia telah berhasil menangani arus pengungsi dalam berbagai kesempatan. Dari eksodus Vietnam tahun 1970-an di Pulau Galang, hingga pengungsi Rohingya di Aceh, masyarakat Indonesia telah menunjukkan kapasitas sosial yang tinggi dalam menerima dan membantu sesama manusia atas dasar kemanusiaan universal dan ajaran agama.
Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat sipil, dunia usaha, serta organisasi keagamaan di Indonesia untuk bersinergi mendukung langkah pemerintah. Evakuasi warga Palestina bukan hanya misi negara, melainkan panggilan moral bagi umat beragama.
Membingkai Diplomasi Kemanusiaan
Langkah Prabowo menempatkan Indonesia dalam peran yang baru, yakni sebagai aktor diplomasi kemanusiaan global. Ini bukan hanya perluasan dari prinsip politik bebas aktif, tetapi juga reinterpretasi nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam konteks internasional.
Dalam suasana global yang kerap sinis terhadap isu Palestina, di mana banyak negara kuat cenderung diam atau bersikap ambigu, Indonesia muncul sebagai suara moral yang berpijak pada aksi nyata. Rencana evakuasi ini bisa menjadi model kolaborasi, menggabungkan kekuatan diplomasi, empati, dan pragmatisme kemanusiaan.
Solusi Lebih Sekedar Simbol
Kunjungan Prabowo ke Timur Tengah dan rencana evakuasi warga Palestina bukan hanya soal politik luar negeri atau simbol solidaritas. Ini adalah manifestasi nyata dari visi Indonesia sebagai bangsa yang besar bukan karena kekuatan senjata, tetapi karena keberpihakan terhadap yang tertindas.
Ketika dunia menatap Gaza dengan keputusasaan, bantuan-bantuan yang kerap sulit sampai karena medan perang, Indonesia menawarkan harapan baru untuk bernegosiasi. Ketika negara lain ragu bertindak karena dikhawatirkan upaya evakuasi ini akan menjadi solusi permanen, Indonesia bersiap membuka pintu untuk evakuasi. Tekanan terhadap solusi dua negara tetap diperjuangkan, sedangkan di sisi lain memberikan napas harapan kepada para korban yang teraniaya.
Dalam hal ini, langkah Indonesia patut diapresiasi, memberikan alternatif lain dalam resolusi konflik yang ada. Hal ini bukan sekedar berbicara untuk Palestina, tetapi juga bertindak untuk kemanusiaan, keadilan dan hak asasi. Sudah saatnya bangsa-bangsa yang bernegara berinisiastif memberikan alternatif dan solusi aksi supaya isu Palestina tidak menjadi “deadlock” dan hanya mengikuti situasi.