Kolom

Menghindari Fanatisme dan Loyalitas Buta

Segala puji bagi Allah Al-Haqq, tuhan Yang Maha Benar, yang sempurna dalam setiap kebenaran-Nya, yang mustahil bagi-Nya menipu dan salah. Shalawat serta salam kepada hamba-Nya yang setia, pembawa risalah terakhir, rasulullah Muhammad, serta para sahabat dan siapa yang meneladaninya hingga hari kiamat.

Manusia secara alami memiliki kecenderungan untuk membalas kebaikan dengan kebaikan. Ketika seseorang menerima kebaikan, penghormatan, atau perlakuan baik, ia akan merasa berutang budi dan ingin membalasnya. Namun, jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang benar, perasaan ini dapat berubah menjadi ketergantungan berlebihan yang membentuk fanatisme dan loyalitas buta. Dalam Islam, fanatisme buta kepada selain Allah dan Rasul-Nya tidak memiliki tempat. Seorang muslim tidak boleh menyerahkan kesetiaan mutlak kepada manusia, kelompok, atau ideologi yang bertentangan dengan kebenaran yang ditetapkan oleh Allah.

Loyalitas tertinggi dalam Islam hanya boleh diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Seorang muslim harus menempatkan penghambaan dan ketaatannya kepada Allah di atas segala bentuk kesetiaan lainnya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaanmu, karena mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi.” (QS. Ali ‘Imran: 118)

Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak sembarangan dalam memberikan loyalitas, apalagi sampai mengabaikan prinsip-prinsip Islam. Loyalitas kita harus selalu dikaitkan dengan kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, bukan karena perasaan, kebiasaan, atau tekanan sosial.

Rasulullah SAW juga bersabda: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Sang Pencipta.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

Hadis ini menegaskan bahwa tidak boleh ada ketaatan mutlak kepada siapa pun kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika suatu kelompok, pemimpin, atau individu mengajak kepada kebatilan, seorang muslim wajib menolaknya, meskipun secara emosional ia memiliki keterikatan dengan mereka.

Fanatisme buta adalah sikap yang menutup mata terhadap kebenaran. Seseorang yang fanatik terhadap individu, kelompok, atau pemikiran tertentu sering kali sulit menerima kebenaran jika hal itu bertentangan dengan keyakinannya. Ia akan membela sesuatu bukan karena benar, tetapi karena kesetiaan yang berlebihan. Sikap seperti ini sangat berbahaya dan bertentangan dengan ajaran Islam.

Allah berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab, ‘Tidak, kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dari nenek moyang kami.’ (Apakah mereka tetap mengikuti) walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah: 170)

Ayat ini mengingatkan kita tentang bahaya fanatisme yang membuat seseorang tetap setia pada sesuatu yang salah hanya karena kebiasaan atau tekanan sosial. Seorang muslim yang berakal harus selalu mencari kebenaran berdasarkan ilmu dan dalil, bukan hanya mengikuti perasaan atau kebiasaan yang diwarisi.

Dalam sejarah Islam, fanatisme buta telah menyebabkan banyak perpecahan di tengah umat. Beberapa orang membela kelompoknya tanpa mempertimbangkan apakah tindakan mereka sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Mereka bahkan rela mengorbankan prinsip kebenaran hanya demi mempertahankan kesetiaan terhadap golongan tertentu. Padahal, Islam menuntut kita untuk selalu berpihak kepada kebenaran, bukan kepada kelompok atau individu tertentu.

Loyalitas buta juga dapat membuat seseorang menjadi alat bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak pemimpin atau figur publik yang menggunakan loyalitas pengikutnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, bahkan jika hal tersebut bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu, seorang muslim harus selalu berpikir kritis dan menimbang segala sesuatu dengan prinsip-prinsip Islam.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu memberikan contoh terbaik dalam menghindari fanatisme buta. Ketika diangkat menjadi khalifah, ia berkata: “Jika aku berada di jalan yang benar, ikutilah aku. Tetapi jika aku menyimpang, luruskan aku!” Perkataan ini menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang layak mendapatkan loyalitas mutlak kecuali Rasulullah SAW.

Islam mengajarkan bahwa persaudaraan dan kesetiaan dalam Islam harus berdasarkan ketakwaan, bukan karena fanatisme buta.

Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada mereka), mereka itu satu sama lain saling melindungi.” (QS. Al-Anfal: 72)

Ayat ini menegaskan bahwa ikatan dalam Islam bukanlah berdasarkan fanatisme kelompok, tetapi atas dasar keimanan, perjuangan, dan kerja sama dalam kebaikan. Oleh karena itu, kita harus selalu menimbang setiap keputusan dan loyalitas kita berdasarkan prinsip-prinsip Islam, bukan karena faktor emosional atau kepentingan duniawi.

Marilah kita selalu menjaga keadilan dan kebenaran dalam segala bentuk loyalitas kita. Jangan biarkan fanatisme buta membutakan kita dari kebenaran. Jika kita mencintai seseorang atau suatu kelompok, cintailah mereka karena Allah dan selama mereka berada dalam kebenaran. Jika mereka menyimpang, jangan ragu untuk menasihati mereka dengan cara yang baik. Semoga Allah selalu membimbing kita dalam jalan yang lurus dan menjauhkan kita dari fanatisme yang menyesatkan. Aamiin.

Artikel asli: https://darulfunun.id/learn/ibrah/20250327-menghindari-fanatisme-dan-loyalitas-buta

Related Articles

Back to top button