Kemenkes Percepat Kemandirian Farmasi Nasional
Dalam upaya memperkuat ketahanan kesehatan nasional dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terus berkembang, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) fokus pada percepatan kemandirian farmasi dalam negeri. Hal ini diwujudkan melalui tiga program utama yang dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan menjadi langkah pertama dalam membangun kemandirian farmasi nasional. Kemenkes telah memfasilitasi 42 industri farmasi sejak 2022 hingga 2024 untuk beralih menggunakan bahan baku obat produksi dalam negeri. Dukungan ini dilakukan melalui pembiayaan Uji Bioekivalensi (BE) pada enam bahan baku obat utama, yakni Atorvastatin, Clopidogrel, Amlodipin, Candesartan, Azitromisin, dan Bisoprolol.
Kerja sama strategis dengan Medicines Patent Pool (MPP) juga dijalin melalui MoU Strategic Collaboration on Improving Access to Vaccines and Medicines in Indonesia. Program ini memungkinkan pengembangan dan produksi obat-obatan penting, seperti Nilotinib untuk leukemia, Molnupiravir untuk COVID-19, dan Dolutegravir untuk HIV, di dalam negeri.
Produksi Bahan Baku Lokal
Komitmen pemerintah dalam mendorong produksi bahan baku lokal diwujudkan melalui pemberian insentif kepada industri farmasi. Insentif ini meliputi percepatan penerbitan Nomor Izin Edar (NIE) bagi perusahaan yang mengubah sumber bahan baku dari impor ke produksi dalam negeri.
Beberapa bahan baku obat kini telah berhasil diproduksi secara lokal. Untuk memastikan keberlanjutan, Kemenkes bersama Kementerian Perindustrian mengusulkan 22 bahan baku obat dalam negeri agar diatur dalam tata niaga impor. Langkah ini bertujuan membangun ekosistem farmasi yang mandiri dan berkelanjutan.
Jaminan Pasar untuk Produk Lokal
Regulasi yang mendukung pengembangan industri farmasi berbasis bahan baku lokal menjadi bagian penting dari strategi ini. Beberapa kebijakan telah diterbitkan, seperti Kepmenkes HK.01.07/MENKES/1333/2023 tentang peningkatan penggunaan bahan baku lokal dan Kepmenkes HK.01.07/MENKES/163/2024 mengenai etalase konsolidasi di katalog elektronik sektoral Kemenkes.
Selain itu, kebijakan terkait penyesuaian klaim harga obat untuk program rujuk balik dan penyakit kronis juga diterapkan. Jika obat yang terdaftar telah menggunakan bahan baku lokal dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi, kebijakan ini memungkinkan revisi harga klaim agar sesuai dengan nilai tambah yang dihasilkan.
Dukungan Berkelanjutan
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalucia, menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan ini merupakan bentuk dukungan nyata pemerintah. “Langkah ini dirancang untuk mendorong peningkatan penggunaan bahan baku obat produksi dalam negeri sekaligus memberikan jaminan pasar yang berkelanjutan bagi industri farmasi lokal,” ujarnya.
Dengan sinergi kebijakan, produksi, dan penelitian, Kemenkes optimis bahwa kemandirian farmasi dalam negeri dapat terwujud, memperkuat ketahanan kesehatan nasional secara menyeluruh.