KolomSociety 5.0

“Fresh Graduate Syndrome with Quarter Life Crisis” di Kalangan Sarjana

Mengenali kata Fresh graduate mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan mahasiswa yang baru saja lulus dari bangku perkuliahan. Perasaan campur aduk dan galau juga dirasakan calon fresh graduate maupun yang akan jadi fresh graduate dalam menghadapi masa depan.            

Dari berbagai hal, bahagia dikarenakan telah merasa berhasil waktu-waktu yang telah dilewati dengan penuh tantangan dan perjuangan untuk memperoleh gelar akademik. Akan tetapi dari sudut pandang lain, mereka pasti merasa galau karena harus siap menghadapi tantangan dan dunia baru yang lebih ekstra lagi bahkan sampai berbahaya untuk menambah angka pengangguran yang terdidik.

Didalam buku karangan Agung Setyo Wibowo yang berjudul “Mantra Kehidupan: Sebuah melewati Fresh Graduate Syndrom dan Quarter Life Crisis”, ia mengartikan sebagai kegalauan yang dialami para mahasiswa semester akhir atau yang sudah lulus menjadi sarjana dengan “Fresh Graduate Syndrome” kemudian mengartikannya dengan sebagai sebuah sindrom yang menyeluruh tekanan mental dan ketidakjelasan arus lonjakan. Sindrom ini juga tidak dirasakan ketika telah lulus dari bangku perkuliahan saja, akan tetapi juga dapat dirasakan ketika ingin memulai menyudahi tugas akhir atau skripsi, memikirkan setelah lulus ingin bekerja dimana dan apa prospek pekerjaan yang akan didapat setelah lulus dari jurusan yang dimiliki, dan lain sebagainya.

Ada beberapa faktor Fresh Graduate Syndrome yang banyak dirasakan oleh para lulusan sarjana baru lulus dari bangku perkuliahan namun kegalauan ini bisa dikatakan cukup wajar, yakni :

  1. Tidak memiliki atau belum memiliki tujuan hidup yang jelas setelah lulus dari bangku perkuliahan.
  2. Kurangnya kompetensi diri serta pengalaman yang cukup dan kepercayaan yang tumbuh dari dalam diri
  3. Adanya tekanan secara sosialis yang mempertanyakan status diri sendiri
  4. Diri merasa cemas berlebihan dan ada juga yang terlalu dibawa santai
  5. Merasa diri telah gagal sebagai lulusan sarjana dari Perguruan Tinggi
  6. Jangan sering bertanya “Kapan Nikah?” dan “Kerja dimana sekarang?“, dan  “apakah pekerjaanmu sesuai  dengan lulusan jurusanmu?”
  7. Masih merasa beban keluarga padahal telah menjadi seorang sarjana.

Menurut Melissa dalam bukunya yang berjudul “Ramen Noodles,Rent,and Resumes An After Collage Guide Life” mendefinisikan Quarter Life Crisis yakni sebuah proses ketika seseorang mencapai rentang usia pertengahan 20 tahunan yang menjadi takut tentang arah kehidupan, termasuk pekerjaan, hubungan dan sebuah  kehidupan sosial.

Biasanya, keadaan seperti hal demikian dialami oleh individu yang baru saja mnyelesaikan perkuliahan namun juga diisyaratkan dengan timbulnya perasaan frustasi, stress, tidak berdaya, panik, dan galau.

Menurut Schitz, awal timbulnya istilah Quarter Life Crisis yakni pada awal abad ke-19 yang mana Postmodern dimulai. Pada masa ini kemajuan teknologi berkembang pesat yang kemudian berakhir pada terbentuknya era globalisasi dan kenaikan standar hidup masyarakat moderen perkotaan. Sebab dari itu, memunculkan banyak sekali tuntutan hidup dan juga perlombaan hidup antar individu yang semakin melonjak tinggi.

Namun akhirnya, para usia 20-an dipaksa untuk menuruti tuntutan hidup yang ada ditengah masyarakat walaupun tidak cocok dengan kehidupannya, dan akibatnya banyak anak muda di rentang usia seperti itu mengalami stres dan terbebani sehingga lahirlah istilah Quarter Life Crisis ini.

Bagi para sarjana baru, fresh graduate syndrome sebenarnya sudah dimulai ketika mengerjakan tugas akhir, entah mereka itu dari pengerjaan tugas akhir ataupun pengerjaan karya ilmiah yang lain ketika semasa di bangku perkuliahan. Sebenarnya menghadapi situasi yang seperti diatas yang telah dipaparkan kemungkinan dikalangan para alumni kampus terutama para mahasiswa yang dulunya pernah mengikuti organisasi dan relasi antar sesama pihak luar semasa di bangku perkuliahan merupakan hal yang tidak begitu kalut jikalau pihak yang bersangkutan selalu mencari informasi mengenai dunia kerja, jikalau tidak pernah sama sekali, sama saja perihalnya dengan tong kosong nyaring bunyi nya.

Sumber: MAN Insan Cendekia Siak

Donna Ramadhan Fitri

Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi. Peneliti Muda IDRIS Darulfunun.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button