KolomSociety 5.0

Anak Siak Milineal: Peluang dan Tantangan di Era Society 5.0

Tentang Anak Siak

Pemahaman Anak Siak terbagi dua makna, pertama yang berasal dari Kabupaten Siak, Provinsi Riau dan kedua Anak Siak adalah orang-orang yang belajar ajaran agama Islam yang berada dibawah naungan surau, kalau peserta didik di Jawa disebut dengan santri. Beberapa pendapat tokoh tentang anak siak sebagai berikut:

  1. Buya Hamka

    Ada satu pendapat tentang arti Anak Siak, yaitu dianggap ahli dalam agama Islam (baca: santri). Ada pula yang mengatakan bahwa Anak Siak adalah lebai-lebai atau marbot masjid. Buya Hamka mengatakan “orang semacam saya ini (baca: Buya Hamka) kalau di Minang, termasuk golongan Anak Siak, kalau seseorang hidupnya tekun beragama, dikatan orang: ‘Si fulan itu siak benar” kata Buya Hamka di Seminar Sejarah Riau di Universitas Riau pada 20-25 Mei 1975.

  2. Jeffrey Hadler

    Dalam bukunya Hadler juga menyebutkan bahwa Anak Siak juga berarti Alim Ulama. Informasi ini ia dapatkan dari tulisan Soetan Sarit, “Dari hal orang kawin di Kota Gedang”, schoolschriften di Portefeuille 1197. Sutan Sarit adalah guru bantu di Sekolah Pribumi di Bukittinggi.

  3. Mochtar Naim

    Tipe lain dari merantau yang dikenal di antara orang Aceh ialah yang dinamakan “meudagang” tapi tipe ini khusus dimaksudkan bagi anak muda yang mencari pengetahuan agama yang pergi dari satu meunasah (madrasah) ke ‘meunasah lainnya untuk mempersiapkan diri menjudi ulama. Dalam banyak hal, hal ini sama dengan cara kehidupan ‘anak siak” di Minangkabau dan santri di Jawa. Merantau mereka biasanya hanya terbatas di sekitar kampung mereka dan jarang yang keluar dari Aceh.

Industry 4.0 dan Society 5.0

Industry 4.0 dipandang mendegradasi peran manusia dan menggantinya dengan mesin-mesin, sementara Society 5.0 menciptakan masyarakat yang berpusat pada manusia (Human Centered) dan berbasis teknologi (technology based). Manusia dipandang memiliki peran di era digital sehingga diperlukan keseimbangan antara pencapaian ekonomi dan penyelesaian masalah sosial. Society 5.0 hadir untuk mencegah peran manusia yang digantikan oleh robot.

Society 5.0 adalah situasi di mana telah terjadi konvergensi antara dunia maya dan ruang fisik. Adanya Society 5.0,  memungkinkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) melakukan transformasi data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (Internet of Things) dan menjadikannya suatu kearifan baru yang akan didedikasikan untuk meningkatka kemampuan manusia dan membuka peluang-peluang kemanusiaan serta membuat hidup manusia lebih bermakna.

Peluang dan Tantangan Anak Siak

  1. Anak Siak Bukan Sekadar Sarungan

    Anak Siak itu sarungan, itu rumus pertama yang dipelajari dan direkam oleh anak waktu tinggal di Surau (baca: Pesantren). Celana jins bahkan tidak jelas bisa dipakai kapan pas acara apa. Hanya punya satu sarung itu kurang. Lebih-lebih saat musim hujan. Baju lengan panjang dengan kerah tegak adalah ciri lainnya. Ada yang menyebutnya baju koko, ada juga baju muslim. Tambahan lain adalah peci atau kopiah, biasanya berwarna hita seperti pet veteran, bedanya lebih kaku.

    Anak Siak berperan besar pada sejarah Indonesia. Banyak tokoh-tokoh nasional yang lahir dari kalangan Anak Siak. Banyak Surau (Baca: Pesantren) yang kini menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sehingga Anak Siak tidak hanya menguasai ilmu akhirat saja, tetapi ilmu umum.

  2. Anak Siak dan Kecanggihan TIK

    Anak Siak sebagai produk Surau haruslah mulai belajar hal-hal baru utamanya teknologi. Karena dapat kita definisikan bahwa, Anak Siak hari ini bukan hanya Anak Siak yang pandai membaca kitab kuning, namun gagap teknologi. Bukan pula mereka yang hanya paham ilmu ulama salaf tanpa tahu ilmu ulama kholaf. Begitulah kurang lebihnya. Anak Siak yang baik, harus sesuai tuntutan sosial. Mereka haruslah paham terhadap kenyataan, mengerti situasi kekinian, dapat menyelesaikan problem sosial dengan sikap arif dan dan berlandaskan hukum yang benar, tanpa terlepas dari tradisi yang dipegang oleh ulama terdahulu.

  3. Anak Siak di Tengah Banjir Informasi

    Keterbatasan Anak Siak ketika mengakses televisi dan menggunakan handphone tidak membatasi ruang kreativitas dan Intelektual seorang Anak Siak. terkait dengan masalah pengaruh dari luar akibat adanya banjir informasi, efek buruknya lebih menyasar personal tiap-tiap Anak Siak. Yang Jelas di Surau itu ada ditanamkan nilai-nilai keagamaan, kedipsilinan dan moralitas selain ilmu lain semisal eksakta seperti di pendidikan formal non pesantren.

    Ketiga nilai itu digunakan sebagai pondasi ketika mereka terjun ke masyarkat yang tidak sekadar hanya dibekali kreativitas dan intelektualitas.

  4. Ceramah Zaman Now

    Dakwah atau ceramah agama zaman now itu dimaknai dengan aktivitas dakwah yang kekinian. Yang kekinian dakwah yang bisa mengakses umat lintas generasi, baik generasi muda, remaja, tua ataupun anak-anak. Misalnya, nilai kreativitas dalam dakwah dan kecanggihan teknologi.

    Dulu, para guru agama atau ustadz berdakwah door to door, dari mushola ke mushola, majelis ke majelis, atau dari forum ke forum. Tapi sekarang ini seorang ustadz atau seorang da’i hanya tinggal duduk dikursi, stand by di depan kamera video atau kamera HP, dan dalam sekejap bisa langsung siaran live di Facebook atau menjadi trending di Youtube.

  5. Seribu Kemungkinan Usaha Anak Siak

    Bisnis apa yang cocok bagi Anak Siak? jawaban ini sulit dijawab karena cabas bisnis sangat banyak. Mau jualan bakso, soto, teh telur, ketoprak jakarta? Atau mau bisnis Software House, Startup, Content Creator, Game Developer, Digital Marketing, E-Commerce, Internet Service Provider, dll.

Surau Katalisator Spirit Pemberdayaan

Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno mengatakan, “Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.” Nyatanya, orang sukses yang kita kenal itu sebenarnya tumbuh dari pribadi yang pemberani. Ia mengibaratkan sebuah kesuksesan dengan mutiara yang harus dicari di dalamnya lautan yang gelap dan berombak.

Mutiara adalah salah satu perhiasan yang harganya selangit. Siapa pun yang memiliki seuntai mutiara, bisa dengan mudah dipandang sebagai manusia yang berasal dari high class society, berkilau mewah seperti mutiara itu sendiri. Jadi Surau itu sebagai katalisator, laboratorium, dan penghubung Anak Siak yang pemberani atau masyarakat yang memiliki keyakinan dan spirit yang sama bahwa pemberdayaan itu bisa direngkuh hanya dengan satu kata kunci, yaitu kebersamaan.

Ferdi Yufriadi

Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi. Peneliti Muda IDRIS Darulfunun.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button