Dua Kapal Illegal Fishing di Laut Aru Ditindak Tegas
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan dua kapal ikan yang diduga melakukan praktik illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718, Laut Aru. Kedua kapal tersebut, yaitu KM. K 109 dengan bobot 236 GT dan KM. MAJ 21 seberat 250 GT, ditangkap oleh Kapal Pengawas Hiu Macan 06 pada 29 Januari 2025. Penangkapan ini merupakan upaya KKP dalam melindungi sumber daya ikan dan menegakkan peraturan terkait alat penangkap ikan.
Sebelum penangkapan, kedua kapal tersebut sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial karena kehadirannya memicu konflik dengan nelayan setempat. Para nelayan merasa terganggu dengan aktivitas kapal-kapal tersebut yang diduga menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga merugikan mereka. Hal ini menimbulkan ketegangan di perairan Laut Aru, yang akhirnya menarik perhatian pihak berwenang untuk mengambil tindakan tegas.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menyatakan bahwa penangkapan ini menunjukkan komitmen KKP dalam melindungi nelayan yang mematuhi aturan dan menindak tegas kapal-kapal yang melanggar. Menurutnya, kedua kapal tersebut memiliki izin dengan alat tangkap Jaring Hela Udang Berkantong (JHUB), namun melakukan modifikasi dengan mengecilkan ukuran mata jaring menjadi 1,5 inci dari yang seharusnya lebih dari 2 inci. Selain itu, kapal-kapal tersebut tidak menggunakan Turtle Excluder Device (TED) dan pemberat, serta hasil tangkapan lebih banyak ikan daripada udang, yang mengindikasikan perubahan fungsi alat tangkap.
Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa kapal-kapal tersebut bukanlah kapal ikan asing seperti yang diberitakan sebelumnya, melainkan kapal ikan Indonesia buatan luar negeri dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang diterbitkan oleh KKP. Namun, meskipun memiliki izin resmi, modifikasi alat tangkap yang dilakukan melanggar ketentuan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun secara administratif kapal-kapal tersebut terdaftar dengan benar, praktik operasionalnya tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
Menanggapi pelanggaran ini, Direktorat Jenderal PSDKP akan mengenakan sanksi administratif dan memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk meninjau kembali perizinannya. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotaria Latif, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan memproses pembekuan perizinan kapal-kapal yang bersangkutan. Langkah ini diambil untuk memberikan efek jera dan memastikan bahwa pelaku usaha perikanan mematuhi aturan yang berlaku.
Sebagai barang bukti, diamankan dua kapal beserta alat penangkap ikan, 54 anak buah kapal (ABK), dan enam orang asing yang berperan sebagai fishing master di atas kapal. Saat ini, kapal-kapal tersebut ditahan di Pangkalan PSDKP Tual untuk proses hukum lebih lanjut. Pihak berwenang akan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap seluruh awak kapal dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pung Nugroho Saksono mengimbau kepada pelaku usaha yang menggunakan alat tangkap JHUB agar tidak mencoba melakukan modifikasi yang melanggar aturan. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan memeriksa secara detail, tidak hanya dokumen izin, tetapi juga spesifikasi alat tangkap yang digunakan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa alat tangkap yang digunakan tidak merusak ekosistem laut dan menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan.
Penangkapan ini sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dalam mewujudkan kebijakan Ekonomi Biru. Penggunaan alat tangkap yang sesuai aturan diharapkan dapat mencegah penangkapan ikan yang berlebihan dan memastikan keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di WPPNRI. Dengan demikian, sumber daya perikanan Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengorbankan kelestariannya untuk generasi mendatang.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan penegakan hukum dalam sektor perikanan Indonesia. Meskipun kapal-kapal tersebut memiliki izin resmi, modifikasi alat tangkap yang tidak sesuai dengan ketentuan menunjukkan adanya celah yang perlu ditutup melalui pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas. Hal ini juga menjadi peringatan bagi pelaku usaha perikanan lainnya untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku demi menjaga keberlanjutan sumber daya laut Indonesia.
Selain itu, peran serta masyarakat, terutama nelayan, dalam melaporkan aktivitas yang mencurigakan sangat penting untuk mendukung upaya pemerintah dalam memberantas illegal fishing. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menciptakan ekosistem perikanan yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak yang terlibat. Dengan kerjasama yang baik, diharapkan praktik-praktik illegal fishing dapat diminimalisir dan sumber daya perikanan Indonesia dapat terjaga dengan baik.