Kolom

Ramadhan (8): Jika Hanya Untuk Kenyang

Bismillahirrahmanirahim,

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menjalani rutinitas yang sama yang menjadi kebutuhan dasar, salah satunya adalah makan. Wajar jika sebagian besar dari kita secara sadar maupun tidak sadar makan hanya untuk merasa kenyang dan memenuhi kebutuhan fisik, tanpa menyadari bahwa ada makna yang lebih dalam dari proses tersebut.

Makan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup dan berkembang. Namun, jika kita melihat lebih jauh, makan juga memiliki makna spiritual yang terkait dengan ajaran Islam. Sebagai umat Muslim, kita diajarkan untuk menjalani hidup dengan penuh kesyukuran dan kebersamaan, kebermanfaatan, termasuk saat kita menyantap makanan.

Islam mengajarkan bahwa kita harus bersyukur atas nikmat makanan yang kita terima, karena setiap butir makanan yang kita makan berasal dan rezki dari Allah SWT. Sebagai contoh, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 172:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

Makan hanya untuk merasa kenyang seringkali membuat kita melupakan bahwa kita harus bersyukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita harus selalu mengingat bahwa makan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, melainkan juga untuk mengingat nikmat yang diberikan dan kewajiban yang dipinta oleh Allah SWT kepada kita.

Selain itu, Islam juga mengajarkan kita untuk makan dengan adab dan sopan santun yang baik. Salah satu adab makan dalam Islam adalah memulai makan dengan menyebut nama Allah, yaitu dengan membaca Bismillah. Dengan demikian, kita mengakui bahwa segala nikmat yang kita terima berasal dari-Nya.

Jika kita hanya makan untuk merasa kenyang, kita cenderung melupakan pentingnya menjaga kesehatan tubuh, kita sedikit lalai dengan sesama, dan terlebih lagi kita terlupa dengan tujuan besar kita sebagai manusia memberikan nilai manfaat sebesar-besarnya, ataupun lupa sebagai muslim untuk beribadah kepada Allah SWT. Islam mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan dalam makan, baik dari segi jenis makanan, kuantitas, maupun untuk apa.

Dalam menjalani kehidupan sebagai umat Muslim, kita harus selalu berusaha untuk melihat setiap aspek kehidupan, termasuk makan sebagai bagian dari ibadah dan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, kita akan merasakan keberkahan dan manfaat yang lebih besar dari setiap santapan yang kita nikmati.

Miqdam bin Ma’dikarib berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Manusia tidak memenuhi wadah yang buruk melebihi perut, cukup bagi manusia beberapa suapan (makanan) yang menegakkan tulang punggungnya, bila tidak bisa maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya.” [Jami’ At-Tirmidzi 2302 Hasan Shahih]

Walaupun penting makan untuk merasa kenyang adalah tujuan yang kurang afdhal, tujuan yang kurang memiliki fadhilah, ibarat memiliki motor tapi hanya bertujuan untuk mengisi minyak atau bensin, dengan lapar kita panik kemudian dengan kenyang kita terlupa dengan minyak yang penuh motor ini bisa kita bawa untuk beramal dan melakukan sesuatu kebaikan yang besar.

Ketika kita menyadari bahwa makan bukan hanya untuk merasa kenyang, melainkan juga sebagai sarana untuk menyempurnakan ibadah dan menghargai nikmat Allah SWT, kita akan lebih mampu menjalani kehidupan sebagai umat Muslim yang salih dan bertanggung jawab.

Melalui kesadaran akan makna mendalam dari makan, kita akan lebih menghargai setiap momen bersama keluarga dan teman saat makan bersama. Kita akan belajar untuk saling berbagi, saling mengingatkan, dan saling menguatkan dalam menjalani ajaran Islam. Makan bersama menjadi salah satu cara untuk mempererat silaturahmi dan menguatkan persaudaraan di antara umat Muslim.

Dengan makan secukup bahkan sekedarnya kita harus menjadikannya satu nilai tambah yang besar, mengemas keahlian dan pengalaman yang kita punya menjadi satu kegiatan bernilai tambah besar dan memberikan manfaat kepada dunia dan peradaban masyarakat.

Satu hadits dari pada Sa’id bin ‘Umair al-Ansari: “ditanya kepada Rasulullah SAW, apakah pekerjaan yang paling baik? Jawab Nabi: Amalan seorang lelaki dengan tangannya dan setiap jualan yang baik.” (HR Ahmad 17265)

Dalam hadits ini disampaikan upaya-upaya yang terbaik dan patut kita banggakan adalah apa-apa yang kita perbuat dengan tangan kita sendiri, hasil dari karya kita sendiri. Makanan harus menjadi minyak pemberi modal untuk melakukan karya-karya besar yang potensi kita lakukan. Karena setiap manusia dia berpotensi untuk melakukan kebaikan yang besar jika mampu memahami dan berjalan pada petunjuk yang Allah dan rasul-Nya berikan.

Oleh karena itu, mari kita terus berusaha untuk mengaplikasikan nilai-nilai Islami dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan makan. Dengan begitu, kita akan mampu menjadi umat yang lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Semoga kita selalu diingatkan akan makna yang lebih dalam dari makan dan merasa kenyang, sehingga setiap kali kita menyantap makanan, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, melainkan juga menjadikannya tenaga untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat.

Semoga kita selalu diberikan petunjuk dan kekuatan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan setiap kegiatan, sebagai bagian dari upaya untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik dan bertaqwa. Dengan demikian, kita akan meraih kebahagiaan dan keberkahan yang lebih besar dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Wallahu’alam.

Artikel asli: https://darulfunun.id/learn/ibrah/20230330-ramadhan-8-jika-hanya-untuk-kenyang

Related Articles

Back to top button