Kolom

Qadha Mengganti Hutang Puasa Ramadhan

orange van die cast model on pavement

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, istri dan ahli keluarga beliau, para sahabat-sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah beliau hingga hari kiamat.

Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang baligh, berakal, dan mampu melaksanakannya. Sehingga dengan hukum kewajibannya itu Puasa Ramadhan tidak dapat ditinggalkan (terhutang) tanpa adanya halangan spesifik yang diperbolehkan oleh syariat (syar’iyah) ataupun juga keringanan khusus (rukhsah). Ada kalanya seorang Muslim tidak dapat menyempurnakan puasanya karena alasan tertentu, seperti sakit, bepergian, atau halangan lainnya. Dalam kondisi tersebut, syariat memberikan keringanan untuk menggantinya, bukan meninggalkannya kemudian. Cara menggantinya adalah dengan puasa qadha.

أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 184).

Dari ayat diatas kita dapat memahami, hutang puasa berlaku kepada orang yang sakit dan orang yang dalam perjalanan. Sehingga puasa Ramadhan yang ditinggalkan pada kondisi tersebut adalah wajib untuk diganti. Adapun waktu penggantiannya adalah segera setelah mampu untuk melakukannya, adapun batas waktunya, adalah sebaiknya sebelum datangnya puasa Ramadhan yang akan datang. Selain orang yang sakit dan dalam perjalanan qadha puasa juga berlaku untuk perempuan yang mendapat haidh, nifas, mengandung ataupun menyusui (jika khawatir terhadap keselamatan bayi), hal ini disebut oleh Aisyah dan Ibn Abbas:

“Dari Aisyah: Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintahkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” (HR. Muslim no. 335)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: Ditetapkan bagi wanita yang mengandung dan menyusui berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepada orang miskin setiap harinya.” (HR. Abu Dawud)

Begitulah tuntutan ibadah dalam Islam terkait Puasa Ramadhan. Walaupun begitu jika kewajiban mengganti hutang puasa ini tidak dapat dipenuhi karena faktor kesehatan fisik yang permanen, seperti uzur, pikun ataupun telah meninggal, dan diketahui hutang puasa ini oleh ahli warisnya. Maka penggantian hutang puasa bisa dilakukan dengan pembayaran fidyah. Adapun untuk orang yang masih mampu melakukan ganti puasa, maka wajib untuk menggantinya dengan puasa.

Kelalaian dalam mengganti puasa setelah terlewat puasa Ramadhan berikutnya, dapat dibebankan kewajiban yang lebih berat lagi. Ada beberapa pendapat terkait hal ini sesuai dengan pertimbangan fatwa dari masing-masing wilayah, tetapi secara umum yang pertama adalah bertaubat dan insaf atas kelalaian yang diperbuat. Yang kedua secara umum perbedaan perhitungan pembayaran fidyahnya adalah: 1) membayar fidyah sesuai dengan hari yang ditinggalkan, 2) mengqadha puasa dan membayar fidyah sesuai hari yang tertinggal, dan 3) membayar fidyah sesuai hari yang ditinggalkan dan karena lalai dikalikan dengan jumlah tahun tertinggal sebagai beban atas kelalaiannya. Besaran fidyah secara umum adalah setengah sha’ atau sekitar 1,5 kg bahan makanan pokok, untuk lebih tepatnya sesuai dengan besaran fidyah yang ditetapkan oleh lembaga fatwa wilayah tersebut.

Bacaan:

  • Faham Agama, Dr H Afifi Fauzi Abbas, MA
  • Ibadah dalam Islam, Dr H Afifi Fauzi Abbas, MA
  • Fiqh as-Sunnah, Sayyid Sabiq
  • Summary of Islamic Jurisprudence – Mulakash al-Fiqh, Dr Salih al-Fawzan
  • Maktabah al-Bakri, Dr. Zulkifli Mohamad al-Bakri

Artikel asli: https://darulfunun.id/learn/fikih/ibadah/puasa/20250104-qadha-mengganti-hutang-puasa-ramadhan

Related Articles

Back to top button