Di tengah maraknya fenomena intoleransi yang perlahan menyusup ke dunia pendidikan dasar, ketika anak-anak mulai saling menyalahkan, meminggirkan, bullying, bahkan membenci hanya karena perbedaan keyakinan dan latar belakang serta anggapan merasa paling benar sendiri. Kementerian Agama Republik Indonesia memperkenalkan sebuah pendekatan baru dalam dunia pendidikan: Kurikulum Cinta. Sebuah terobosan visioner yang tak hanya menjadi dokumen kebijakan, tetapi juga sebagai manifestasi kepedulian terhadap arah karakter bangsa ke depan.
Kurikulum ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap gejala-gejala sosial yang muncul secara halus namun sistemik di ruang-ruang kelas: kebencian yang diwariskan, stereotip yang dipelihara, dan empati yang kian menipis. Sering kali tanpa disadari, benih intoleransi itu tumbuh dari masa kanak-kanak. Dan jika tidak ditangani sejak dini, ia akan menjelma menjadi jurang sosial yang sulit dijembatani, oleh karena itu maka Kurikulum Cinta hadir sebagai benang merah yang menyulam kasih sayang ke dalam setiap mata pelajaran, terutama dalam pendidikan keislaman di madrasah sesuai dengan tujuan Menteri Agama RI, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar.
Berakar pada empat fondasi utama Hablum minallah (cinta kepada Tuhan), Hablum minannas (cinta kepada sesama manusia), Hablum minal bi’ah (cinta kepada lingkungan), dan cinta kepada bangsa serta tanah air, kurikulum ini berusaha menjadikan cinta bukan sekadar nilai, melainkan budaya yang hidup dalam praktik pendidikan sehari-hari. Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, bahkan menekankan bahwa kepedulian terhadap lingkungan kini bukan lagi opsi moral, melainkan keniscayaan spiritual dan sosial. “Kerusakan bumi ini tidak bisa lagi dianggap sebagai persoalan teknis semata. Pendidikan harus membentuk generasi yang peduli secara struktural dan sistematis,” tegasnya.
Sebagai respons konkret terhadap visi besar tersebut, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat bersinergi dengan MAN Insan Cendekia Padang Pariaman dalam menyelenggarakan Persiapan Penerapan Kurikulum Cinta dan Deep Learning, Sabtu (24/05/25). Kegiatan ini bukan sekadar ajang formalitas, tetapi menjadi ruang pembelajaran bersama untuk para Kepala MAN dan MTsN, Wakil Kepala Bidang Kurikulum se-Sumatera Barat, serta seluruh guru MAN Insan Cendekia Padang Pariaman untuk memahami lebih dalam cara mewujudkan pendidikan yang berakar pada cinta dan bernalar secara mendalam.
Hendri Pani Dias, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Sumbar, menyampaikan bahwa kegitan ini menjawab kegelisahan lama dalam dunia pendidikan madrasah: minimnya inisiatif pengembangan kurikulum dari kalangan guru sendiri. “Guru bukan hanya pelaksana kurikulum, tetapi seharusnya menjadi perancang dan penggeraknya. Itulah mengapa hari ini kita berkumpul di sini. Kita ingin membangun kesadaran baru: bahwa kurikulum harus hidup, bergerak, dan kontekstual dengan kebutuhan zaman,” jelasnya.
Untuk memperkuat semangat itu, pendekatan Deep Learning diperkenalkan sebagai metodologi pembelajaran yang sejalan dengan nilai-nilai Kurikulum Cinta. Dalam konteks pendidikan, Deep Learning bukan sekadar strategi menghafal, melainkan pendekatan yang mengutamakan penguasaan konsep secara mendalam, pemaknaan substansi, serta keterlibatan aktif peserta didik dalam proses belajar. Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyebut bahwa Deep Learning mencakup tiga unsur esensial: Meaningful Learning (pembelajaran yang bermakna dan kontekstual), Mindful Learning (pembelajaran dengan kesadaran penuh), serta Joyful Learning (pembelajaran yang menyenangkan dan membebaskan).
Dengan demikian, pendekatan ini tidak hadir untuk menggantikan Kurikulum Merdeka, melainkan sebagai ruh dan metode baru dalam menghidupkan kurikulum yang sudah ada. Ia mengajak para pendidik untuk lebih dekat dengan peserta didik, menggali potensi mereka, serta membentuk lingkungan belajar yang penuh empati dan kehangatan.
Dalam forum pelatihan ini, Dr. H. Hendri Pani Dias, S.Ag, MA., juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kepala MAN Insan Cendekia Padang Pariaman, Hendrisakti Hoktovianus beserta jajaranya atas dedikasi dan inisiatifnya dalam menjadi tuan rumah kegiatan strategis ini. “MAN Insan Cendekia Padang Pariaman telah menunjukkan bahwa madrasah bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan pusat inovasi dan transformasi karakter,” tambahnya.
Sementara itu, Plh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sumbar, Dr. H. Abbrar Munandar, M.Pd. dalam sambutannya menekankan bahwa Kurikulum Cinta adalah pengejawantahan roh Pancasila dalam dunia pendidikan. “Nilai-nilai cinta ini adalah pancaran dari sila pertama hingga kelima. Kurikulum ini tidak hanya menumbuhkan kasih kepada Tuhan dan sesama manusia, tetapi juga memupuk kepedulian terhadap lingkungan dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara yang utuh,” ujarnya.
Menguatkan dimensi filosofis, Dr. H. Abdul Basit, S.Ag., M.M., Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi Direktorat KSKK Madrasah Kemenag RI, hadir sebagai narasumber utama. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta bukanlah proyek satu-dua tahun, melainkan proses pembudayaan jangka panjang. “Kurikulum ini mengedepankan pembentukan karakter, pembelajaran berbasis pengalaman nyata, dan kepedulian terhadap aspek sosial-emosional anak. Tujuan akhirnya adalah melahirkan insan yang humanis, nasionalis, naturalis, dan toleran yang menjadikan cinta sebagai landasan utama dalam bertindak dan berpikir,” ungkapnya.
Basit menegaskan bahwa Kurikulum Cinta tidak dimaksudkan untuk merombak struktur kurikulum nasional, melainkan menjadi jiwa (soul) dari seluruh aktivitas pendidikan: baik intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Dengan demikian, proses pembelajaran tidak hanya menargetkan nilai ujian, tetapi juga kebermaknaan hidup.
Dengan terselenggaranya pelatihan ini, MAN Insan Cendekia Padang Pariaman kembali menegaskan posisinya sebagai pelopor transformasi pendidikan madrasah. Di tengah arus modernisasi dan digitalisasi yang kerap menjauhkan manusia dari nilai-nilai kemanusiaan, madrasah ini berikhtiar menyatukan antara kecerdasan intelektual dan kedalaman spiritual, antara logika dan empati.
Melalui sinergi Kurikulum Cinta dan pendekatan Deep Learning, pendidikan madrasah diarahkan untuk tidak hanya mencetak siswa yang cerdas secara akademik, tetapi juga yang peka, peduli, dan cinta kepada kehidupan dalam segala manifestasinya. Sebuah model pendidikan yang tidak hanya membangun kepala, tetapi juga menyentuh hati. Sebab sejatinya, pendidikan bukan hanya tentang apa yang kita ajarkan, tetapi tentang nilai apa yang kita wariskan. Nda
Artikel Sinergi Kurikulum: Kolaborasi Kemenag Sumbar dan MAN IC Padang Pariaman Siapkan Implementasi Kurikulum Cinta dan Deep Learning pertama kali tampil pada MAN Insan Cendekia Padang Pariaman.