Sedekah berasal dari bahasa arab shadaqah yang arti secara kontekstual adalah pemberian1 yang ikhlas. Jika dicermati kata shadaqah sendiri juga dikenal dalam bahasa ibrani Tzedaka2. yang artinya seperti yang dapat kita pahami, bahwa ritual sedekah sudah dikenal oleh semua umat, bukan tidak mungkin sedekah adalah tuntunan yang diamalkan oleh para nabi sejak dahulu.
Kata sedekah dalam bahasa arab berakar kata dari kata sidiq, yang jika menjadi kata sifat bermaksud adalah pembenaran atau pembuktian atau pemenuhan komitmen. Jika kita melihat dari perspektif tiga komponen agama yang dijelaskan dalam hadits jibril3, yakni ihsan, islam dan iman. Maka perbuatan sedekah adalah termasuk ihsan, dimana memperjelas atau membuktikan komitmen keimanan kita.
Pada prakteknya sedekah pada umumnya berupa pemberian uang, walaupun begitu sedekah secara luas dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat diaktualisasikan secara fisik.
Jika memahami konsep sedekah ini, kita justru semakin yakin bahwa keyakinan harus dibuktikan dengan perbuatan yang menunjukkan komitmen. Seperti ungkapan cinta dan sayang tentu juga harus diikuti dengan pembuktiaan, begitu juga ungkapan loyalitas tentu juga harus diikuti dengan komitmen yang menunjukkan hal tersebut.
Ironisnya banyak manusia yang menyatakan perhatian dan loyalitasnya, tetapi zonk alias kosong dalam pembuktian komitmennya. Manusia-manusia ini tentu menjadi bahan pertanyaan bahkan bahan guyonan, bagaimana menyatakan komitmen tapi omdo doank. Jika begitu mudahnya menyatakan komitmen bahkan tidak mau kalah, ingin terdepan dan menjabat, tapi tidak nampak pembuktian komitmennya.
Apakah ada komitmen lain, seperti ego pribadi dan nafsu jabatan? Tentu kita tidak berharap sejauh itu. Komitmen yang benar juga memerlukan pembuktikan, sehingga hal-hal ikhlas yang diberikan kepada komitmen tersebut menjadi pembenar bahwa betul orang tersebut memiliki komitmen untuk hal tersebut.
Jangankan keluar uang, keluar tenaga dan perhatian saja tidak nampak, jadi bagaimana bisa dikatakan komitmennya terhadap hal tersebut dapat dibenarkan. Pembiaran terhadap pernyataan komitmen dan pembenaran ini harus dihindari, lebih baik kita mengoreksi komitmen kita daripada akhirnya menciptakan kayakinan didalam hati yang tidak selaras dengan perbuatan untuk membuktikan komitmen.
Hal-hal ini lah yang perlahan-lahan mendidik kita memiliki sifat munafik, yang jika sudah dominan sifat ini dalam diri seseorang dia akan menimbulkan fasad, kerusakan disekitarnya. Jika komitmen yang benar diikuti dengan pembuktian komitment tersebut, kita berdoa jika sifat seperti ini yang kita hadirkan dalam keyakinan kita kepada Allah, tentu di hari hisab nanti kita berharap pembuktian amal-amal komitmen kita betul-betul menjadi saksi, pembenar (shadaqa) dari komitmen kita kepada Allah.
wallahu’alam
—
1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sedekah
2 https://en.wikipedia.org/wiki/Tzedakah
3 hadits jibril tentang islam, iman dan ihsan, https://darulfunun.or.id/kitab/s/hadits-arbain-nawawi/arbain-nawawi-2/