Site icon Majalah Grak

Isra’ Mi’raj dan Misteri Keimanan Manusia

Isra’ Mi’raj dan Misteri Keimanan Manusia

Isra’ Mi’raj dan Misteri Keimanan Manusia

Isra’ Mi’raj adalah salah satu peristiwa teristimewa dalam sejarah Islam dan kisah Nabi Muhammad SAW. Bagaimana tidak, peristiwa ini adalah tentang seorang manusia (rasul) yang diperkenankan menembus ruang dan waktu untuk menghadap Allah SWT (sebagian mengatakan bertemu). Peristiwa ini adalah peristiwa yang tidak ada duanya dalam kisah-kisah nabi lain, sehingga menjadikan peristiwa ini adalah salah satu mukjizat nabi Muhammad SAW. Selain itu peristiwa ini juga dikisahkan bertemunya para nabi (ruhiyat) dengan mempersaksikan kehadiran nabi penutup Muhammad SAW.

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Isra’ 17:1)

Kata Isra’ mengacu pada perjalanan Nabi Muhammad SAW pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, Palestina sekarang. sedangkan Mi’raj adalah perjalanan beliau naik ke langit hingga Sidratul Muntaha. Peristiwa ini terjadi pada masa sulit (tahun kesedihan) dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW, ketika beliau kehilangan dua pendukung terbesarnya, yaitu pamannya, Abu Thalib dan istrinya, Khadijah RA. Dengan peristiwa ini Allah SWT memperlihatkan rahmah kebesaran-Nya dan menguatkan hati Nabi melalui perjalanan yang berada di luar jangkauan logika manusia hingga saat ini.

Salah satu aspek penting dalam peristiwa Isra’ Mi’raj adalah pengakuan para nabi dan rasul terdahulu terhadap kenabian Muhammad SAW. Ketika beliau tiba di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW didaulat oleh para nabi untuk menjadi imam shalat bagi para nabi yang diutus sebelum beliau. Hal ini menunjukkan pengakuan bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW berasal dari sumber yang sama, yakni Allah SWT dan menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya. Sebagaimana Allah SWT telah menyebutkan dalam Al-Qur’an, Islam merupakan agama yang paripurna dan menjadi pedoman bagi seluruh umat manusia.

Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj, umat Islam berkiblat menghadap Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) sebagai kiblat dalam shalat sebagaimana dalam ajaran nabi sebelumnya, yakni ajarah (milah) nabi Ibrahim AS dan nabi Musa AS. Inilah mengapa sedikit menjawab pertanyaan kita mengapa melalui Baitul Maqdis bukan Ka’bah. Tempat ini saat ini masih menjadi kiblat atau pusat peribadatan bagi beberapa penganut agama sebelumnya. Namun kemudian, setelah Nabi Muhammad SAW menerima perintah dari Allah SWT setelah hijrah ke Madinah, kiblat umat Islam beralih ke Ka’bah di Makkah al-Mukarramah. Hal ini menegaskan bahwa Islam membawa pembaruan dalam ibadah, namun tetap mengakui sisi historis dan spiritual yang terkait dengan tempat-tempat suci sebelumnya.

Bagi para nabi dan orang-orang shalih, iman kepada Allah Yang Esa merupakan puncak dari kepahaman agama. Peristiwa Isra’ Mi’raj menunjukkan bahwa pengetahuan manusia tidak selalu dapat menjangkau seluruh rencana dan kekuasaan Allah. Para nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW, mengajarkan bahwa keimanan kepada Allah mengatasi keterbatasan logika dan nalar. Inilah yang menjadi inti dari risalah Islam: mengajak manusia untuk mengakui kebesaran Sang Pencipta.

Dalam peristiwa Mi’raj, Nabi Muhammad SAW menerima perintah shalat lima waktu langsung dari Allah SWT. Ini menjadi titik balik yang sangat penting dalam Islam. Shalat tidak hanya menjadi tiang agama, tetapi juga menjadi pengikat hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai riwayat, shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat. Selain itu shalat juga menjaga manusia untuk dapat konsisten berbuat dan dekat dengan kebaikan. Dengan demikian, shalat adalah pusat seluruh amalan ibadah dan pembeda seorang Muslim.

Perjalanan Isra’ Mi’raj terjadi pada masa di mana teknologi transportasi sangat terbatas dan nalar manusia belum mengenal konsep perjalanan angkasa maupun antariksa. Meskipun demikian, umat Islam meyakini kebenaran peristiwa tersebut sebagai bagian dari mukjizat Allah SWT. Keimanan kepada peristiwa Isra’ Mi’raj menegaskan bahwa kepercayaan umat Islam tidak sepenuhnya bergantung pada penjelasan logika atau bukti empiris, melainkan berasal dari keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah.

Sebagian Muslim berusaha mencari penjelasan ilmiah tentang Isra’ Mi’raj, dengan membandingkan kemungkinan perjalanan luar angkasa atau fenomena lubang cacing (wormhole). Namun, pendekatan ini bersifat ijtihadi dan tidak bersifat mengikat. Disatu sisi penjelasan ini sangat berguna bagi pelajar dan yang berusaha memahami kebesaran Allah melalui fenomen sains. Sedangkan bagi sebagian lainnya, mempercayai Isra’ Mi’raj sebagai peristiwa gaib tanpa penjelasan ilmiah adalah sudah cukup sebagai standar keimanan. Kedua pendapat ini dapat sejalan selama tetap memperkuat keimanan kita kepada kekuasaan Allah sebagai yang sifatnya mutlak.

Dengan demikian salah satu pelajaran terpenting dari Isra’ Mi’raj adalah pentingnya keutamaan melakukan ibadah shalat. Shalat yang diterima Nabi Muhammad SAW di langit ketujuh mengisyaratkan betapa tingginya kedudukan ibadah ini. Ia bukan sekadar ritual fisik, tetapi sarana berkomunikasi dengan Allah. Melalui shalat, seorang Muslim diingatkan akan tanggung jawab moral dan spiritual untuk memelihara keimanannya sepanjang hari.

Isra’ Mi’raj meninggalkan wawasan spiritual yang dalam bagi umat Islam. Selain menekankan pentingnya shalat, peristiwa ini juga menekankan perlunya nilai keimanan yang tanpa batas, pengakuan terhadap kenabian Muhammad SAW oleh para nabi terdahulu, dan syariat shalat yang kita lakukan. Dengan keyakinan yang kokoh pada peristiwa uluhiyah yang ghaib yang hanya Allah saja dapat melakukan dan berada di luar nalar manusia, umat Islam diingatkan bahwa iman adalah pijakan utama dalam menjalankan kehidupan di dunia dan meraih kebahagiaan di akhirat.

Perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu ke langit, menguatkan statusnya sebagai Rasul terakhir sekaligus menegaskan kesatuan iman umat manusia di bawah tauhid kepada Allah SWT. Para nabi yang dihadirkan dalam peristiwa ini menunjukkan kesinambungan risalah dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Isra’ Mi’raj dengan segala keunikan dan keajaibannya menjadi bukti bahwa agama Islam menghormati sejarah keagamaan sebelumnya, sekaligus menyempurnakannya dalam satu kesatuan pesan ilahi yakni keimanan kepada Allah SWT.

Isra’ Mi’raj bukan hanya peristiwa besar di masa Rasulullah SAW, tetapi juga pelajaran abadi bagi generasi Muslim kekinian. Keimanan, ketundukan kepada perintah Allah, penghargaan terhadap para nabi, hingga pentingnya shalat menjadi poin-poin utama yang selalu relevan sepanjang zaman dibahas dalam setiap momen dan banyak topik keilmuan. Dengan merenungi makna dan hikmah di balik Isra’ Mi’raj, umat Islam diharapkan semakin teguh dalam iman, tekun menegakkan shalat, dan berusaha mewujudkan Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam yang berkeadilan dan membawa pesan kebaikan.

Wallahu’alam

Artikel asli: https://perguruandarulfunun.id/20250125-isra-miraj-dan-misteri-keimanan-manusia

Exit mobile version