Site icon Majalah Grak

Islam Menghadapi Pendusta

Islam Menghadapi Pendusta

Islam Menghadapi Pendusta

loudspeaker on top of wooden stool

Oleh: Bey Abdullah

Segala puji bagi Allah yang menciptakan siang dan malam, dan shalawat serta salam kepada nabi penutup Muhammad SAW.

Begitu pentingnya bahasan ini, menjadi persoalan yang juga pantas dibahas mengikuti isu-isu fardhu ain. Akhlak dalam sebutan lain adab adalah perkara sepele yang sering disebut-sebut oleh orang ramai. Untuk itu perlu rasanya kita mengedepankan bagaimana akhlak dalam Islam seperti yang dicontoh oleh Rasulullah SAW.

Islam Membenci Kebohongan

Kebohongan adalah perbuatan yang sangat dibenci dalam Islam. Bohong atau dusta berlawan kata dengan amanah atau dapat dipercaya, sehingga dusta adalah tidak dapat dipercaya. Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk selalu berkata jujur dan menjauhi kebohongan. Dalam QS. Al-Ahzab: 70, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” Kebohongan, apalagi yang disertai janji-janji palsu, menjadi akar banyak kerusakan, mulai dari hilangnya kepercayaan, rusaknya hubungan sosial hingga kedzaliman yang merugikan orang lain dengan cara yang haram.

Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama dalam berkata jujur. Beliau sangat membenci kebohongan dan menjauhkan diri dari para pendusta. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika dipercaya, ia berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim). Kebohongan adalah salah satu ciri kemunafikan yang harus dijauhi oleh setiap Muslim.

Salah satu sifat pendusta adalah kebiasaan melebih-lebihkan sesuatu yang tidak benar. Mereka sering memutarbalikkan fakta untuk membuat cerita mereka terdengar meyakinkan. Allah SWT memperingatkan dalam QS. Al-Hujurat: 6, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu seorang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” Ayat ini menunjukkan bahwa kebohongan bisa menciptakan fitnah dan kerusakan jika diterima mentah-mentah.

Jika kebohongan yang dibawa oleh orang fasik tersebut terwujud, maka setidaknya ada dua hal kerusakan terjadi, yang pertama adalah tersesatnya pemimpin dan pengambil kebijakan, dan yang kedua terdzaliminya orang tanpa sebab-sebab yang benar. Jika sudah terjadi maka pertanggung jawaban adalah kepada yang melakukan kedzaliman yakni pemimpin dan pengambil kebijakan seperti disebut dalam surat Al-Hujurat diatas. Sedangkan yang berbohong pertama kali, dia selayaknya sifat munafik, dia akan keluar dari celah lubang yang lain untuk mencari keselamatan. Akan tetapi di akhirat pertanggung jawaban terberat adalah kepada yang menghembuskan cerita bohong.

Dalam QS al-Mudatsir ayat 38 “Tiap-tiap jiwa bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. “Tidak masuk syurga orang yang menyebarkan fitnah (mengadu domba).” (HR Bukhari dan Muslim). Seseorang yang menyebarkan fitnah akan jauh dari bau surga, hal ini juga senada dengan hadits yang mengatakan “ Tidak masuk syurga orang yang memutuskan silaturrahim” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini dalam banyak penjelasan ulama adalah bukan sekedar tidak datang atau tegur sapa, tetapi orang-orang yang memutuskan silaturahmi adalah orang-orang yang meletakkan penyebab putusnya silaturahmi, seperti meletakkan batu di tengah jalan yang menghalangi hingga penyebab itu disingkirkan.

Jauh dari Syafaat Nabi

Pendusta sering kali menggunakan kebohongan mereka untuk menipu dan menganiaya orang lain. Mereka merugikan orang lain demi kepentingan pribadi. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang curang (menipu), maka ia bukan dari golonganku” (HR. Muslim). Perbuatan menipu tidak hanya mencederai hubungan antarmanusia tetapi juga merusak akhlak individu itu sendiri.

Di hari kiamat, pendusta akan mendapatkan balasan yang setimpal. Allah SWT berfirman, “Pada hari ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang dahulu mereka kerjakan” (QS. An-Nur: 24). Pendusta akan dipermalukan di hadapan seluruh makhluk atas kebohongan yang mereka ucapkan di dunia. Rasulullah SAW juga memperingatkan, “Kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka, sehingga seseorang yang selalu berbohong dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pendusta adalah Beban Komunitas

Pendusta menjadi beban dalam komunitas karena mereka merusak kepercayaan dan harmoni. Kebohongan mereka menciptakan kebingungan, perpecahan, dan ketidakstabilan. Orang-orang mulai ragu untuk mempercayai siapa pun, karena takut menjadi korban kebohongan lagi. Dalam masyarakat yang sehat, kepercayaan adalah pondasi utama, dan pendusta adalah ancaman besar bagi pondasi tersebut.

Islam menekankan pentingnya mendidik diri untuk selalu berkata jujur sejak dini. Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian untuk berkata jujur, karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan” (HR. Ahmad). Kebohongan kecil yang dibiarkan akan tumbuh menjadi kebiasaan buruk yang sulit dihilangkan.

Dalam sebuah komunitas, kebohongan dapat menghancurkan hubungan antarmanusia. Kehilangan kepercayaan pada seseorang atau kelompok tertentu sering kali sulit dipulihkan. Hal ini membuat pendusta menjadi perusak stabilitas sosial. Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk menjadi pembawa kebenaran dan keadilan, sebagaimana dalam QS. Al-Maidah: 8, “Bersikaplah adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sabar dan Berpegang Teguh Kepada Kebenaran

Menghadapi pendusta membutuhkan kesabaran dan keteguhan dalam memegang kebenaran, meskipun hal ini sering membuat seseorang terasing. Rasulullah SAW bersabda, “Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti semula, maka beruntunglah orang-orang yang terasing” (HR. Muslim). Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zumar: 10, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” Bersabar dalam kebenaran adalah bentuk keimanan yang tinggi.

Berpegang pada kebenaran meski sulit membawa manfaat besar, baik di dunia maupun akhirat. Dalam QS. Al-Maidah: 8 diatas disebutkan, “Bersikaplah adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” Orang-orang yang bertahan di jalan kebenaran akan diberi kehormatan dan diberikan balasan yang lebih baik oleh Allah SWT. Allah SWT menjanjikan ganjaran besar bagi mereka yang tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun menghadapi kesulitan. Dalam QS. An-Nisa: 135, Allah berfirman, “Jadilah saksi karena Allah dengan adil, walaupun terhadap dirimu sendiri atau orang tua dan kerabatmu.” Keteguhan ini adalah bukti keimanan dan akan dibalas dengan rahmat dan keberkahan dari Allah SWT.

Sedangkan rencana dusta tidak akan mendatangkan apa-apa selain kebaikan kepada mukmin, “mereka membuat tipu daya, tetapi Allah adalah maha pembuat rencana” (QS Ali-Imran 54). Dan Allah akan memberikan kebaikan kepada orang-orang mukmin yang tetap berpegang teguh pada kebenaran, walaupun harus menghadapi segala cobaan dengan dusta dan fitnah. “Sungguh Allah tidak menyalahi janji” (Q.S. Ali Imran: 9).

Menjauhi Perangai Dusta dan Orang Pendusta

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menjauhi pendusta agar tidak terpengaruh oleh perilaku buruk mereka. Nabi Muhammad SAW memperingatkan, “Seseorang itu berada dalam agama teman dekatnya. Maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang kalian jadikan teman dekat” (HR. Abu Dawud). Pendusta bisa membawa pengaruh negatif dan merusak iman seseorang.

Dalam sebuah komunitas, kebohongan dapat menghancurkan hubungan antarmanusia. Kehilangan kepercayaan pada seseorang atau kelompok tertentu sering kali sulit dipulihkan. Hal ini membuat pendusta menjadi perusak stabilitas sosial. Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk menjadi pembawa kebenaran dan keadilan, sebagaimana dalam QS. Al-Maidah: 8, “Bersikaplah adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”

Sebaliknya, orang-orang yang selalu berkata jujur dan berpegang teguh kepada kebenaran akan mendapatkan tempat istimewa di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga” (HR. Bukhari dan Muslim). Kejujuran adalah fondasi akhlak yang mulia dan menjadi ciri utama seorang Mukmin sejati.

Wallahu’alam

Artikel asli: https://darulfunun.id/learn/ibrah/20250117-islam-menghadapi-pendusta

Exit mobile version