Site icon Majalah Grak

Inovasi, Penghela Daya Saing dan Pertumbuhan Ekonomi

Sungguh tak terkomparasi jika melihat limpah ruahnya kekayaan alam Indonesia yang terbentang luas diantara dua samudra dan dua benua, melintas di bawah khatulistiwa, mampu menjadikan masyarakat Indonesia makmur, sejahtera dan disegani bangsa-bangsa di dunia. Dengan kekayaan alam itu telah terbukti Bumi Nusantara mampu bertahan di kala terhempas badai krisis multidimensi beberapa tahun silam. Dan bahkan ia mampu menempatkan diri di urutan ke 5 tertinggi dunia dalam pertumbuhan ekonomi (yaitu sebesar lima persen), meskipun kenyataannya hal itu masih jauh dari target yang ditetapkan (yaitu sebesar tujuh persen). Itulah sebabnya sebuah grup musisi Legendaris Indonesia “Koes Plus” dalam sebuah lagunya :

Bukan lautan hanya kolam susu, Kain dan Jala Cukup Menghidupimu…..

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman ……

Sebuah lagu yang sangat terkenal sehingga lirik lagu itu telah dihafal oleh sebagian besar kalangan hingga saat ini. Hal itu melukiskan betapa kaya dan makmurnya sumberdaya alam yang ada di Bumi Nusantara. Namun sungguh disayangkan, faktanya, hingga saat ini Indonesia belum sepenuhnya dapat mengolah sumber kekayaan alam itu menjadi hasil inovasi yang bermanfaat dan memiliki nilai tambah tinggi. Undang-Undang Minerba yang secara efektif seharusnya berlaku sejak awal tahun 2017 terpaksa dimoratorium, salah satu penyebabnya antara lain adalah terbatasnya kemampuan dan infrastruktur dalam mengolah kekayaan alam. Kenapa??

Penguatan SDM dan IPTEK Nasional.

Setidaknya ada dua faktor utama yang masih perlu peningkatan agar kekayaan alam itu dapat diolah dan dimanfaatkan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, yaitu a) Sumberdaya Manusia (SDM) berkompetensi tinggi dan b) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang selaras dengan kebutuhan.

Kompetensi yang dibutuhkan oleh SDM merupakan kombinasi dari beberapa variable  diantaranya adalah keterampilan, personal atribut, tingkat ilmu pengetahuan dan perilaku kerja. Dengan demikian kinerja seseorang dapat diukur dari hasil keterpaduan antara keterampilan, atribut seseorang, tingkat ilmu pengetahuan dan perilaku kerja tersebut. SDM yang memiliki kompetensi tinggi dapat menduduki posisi tertentu sesuai dengan kompetensinya, baik di jabatan struktural, maupun fungsional. Dengan diketahui kompetensi seseorang maka penempatan dalam jabatan tertentu dapat meningkatkan kinerja secara cepat sehingga institusi akan mendapatkan keuntungan yang tinggi atas kompetensi yang dimiliki oleh pejabat yang tepat (The Right Man on The Right Place).

Sedangkan jenis kompetensi secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu : a) Kompetensi Manajerial yang terkait dengan kemampuan untukk mengelola tenaga kerja, serta kemampuan membangun jejaring untuk pemecahan masalah, Power Leader serta kemampuan untuk membangun komunikasi. b) Kompetensi Teknis merupakan kapasitas fungsional atas sebuah pekerjaan keteknikan seperti manufaktur, pemasaran, akuntansi, mekanikal dan elektrikal dan sebagainya. Oleh karena itu SDM berkompetensi tinggi dipastikan memiliki etos kerja yang baik, fokus kepada target dan tujuan perusahaan.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) berkembang sangat pesat, diciptakan oleh manusia untuk mempermudah mencapai target atau tujuannya. Ilmu pengetahuan merupakan bagian dari pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis, dan logis. ilmu diperoleh melalui metode keilmuan, yaitu dengan menggunakan cara kerja yang rinci, sistematis, dan logis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan ilmiah, yang memiliki syarat dan ciri-ciri, antara lain memiliki objek, memiliki tujuan dan metode, bersifat empiris, rasional, dan objektif. Pengetahuan ilmiah memiliki cabang-cabang yang sangat luas, antara lain biologi, fisika, antropologi, geografi, sosiologi, dan sejarah. Di lingkungan pendidikan di Indonesia ilmu secara umum dibagi menjadi dua yaitu IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).

Teknologi merupakan ilmu terapan yang juga diartikan sebagai cara atau metoda untuk membuat sesuatu sehingga lebih efektif dan efisien. Harvey Brooks mendefinisikan teknologi sebagai pemanfaatan pengetahuan ilmiah untuk memproduksi barang-barang melaui cara reproduksi. Namun sebagaimana disampaikan Schon, teknologi merupakan suatu metoda atau proses untuk membuat sesuatu yang dapat mengembangkan keterampilan manusia. Dari pendapat itu teknologi dapat diartikan sebagai cara yang tidak hanya untuk pembelajaran keterampilan, tetapi juga memproduksi barang atau jasa.

Pembangunan SDM dan iptek bukan hanya diarahkan kepada pembangunan nilai-nilai materialnya, namun yang lebih foundamental lagi adalah pembangunan budaya. Penguasaan iptek akan berhasil jika berakar kuat dalam budaya bangsa. Sehingga membangun budaya bangsa yang terbuka terhadap perubahan, dekat dengan sikap yang rasional dan obyektif, menghargai dan memotivasi serta membangun suasana kreatif dan inovatif, merupakan prasyarat bagi berkembangnya SDM berkualitas dan berkompetensi tinggi.

Meningkatkan System dan Manajemen Inovasi.

Tidak terhindarkan lagi bagi suatu negara yang ingin maju dalam pertumbuhan ekonomi dan daya saing selalu bertumpu kepada iptek sebagai penggerak pembangunan, berarti kata “Inovasi” selalu menjadi tema utama dalam setiap pengambilan kebijakan disektor ekonomi. Inovasi menjadi semakin menentukan dalam pembangunan menuju kemandirian bangsa yang berdaya saing, bahkan ketika bangsa-bangsa melewati pintu gerbang  era keterbukaan dan kebebasan perdagangan dalam kawasan tanpa batas.

Inovasi dinilai telah menjadi faktor penentu yang dapat digunakan untuk memecahkan problematika dalam “Middle Income Trap”. Bahkan, dapat menjadi penghela dalam menjamin pertumbuhan ekonomi dalam “Kawasan Bebas Perdagangan-MEA” serta dapat menjadi pisau yang tajam untuk menyiapkan masyarakat dalam menghadapi “Bonus Demografi”. Jika tidak memiliki kalkulasi cermat dan tepat maka kesempatan emas itu akan berlalu begitu saja. Bahkan Indonesia akan tergilas oleh masuknya produk luar yang pada saatnya bangsa ini hanya akan menjadi penonton atas kiprahnya bangsa lain dalam menjual hasil produk mereka di negeri ini, sementara kita hanya akan bisa menjadi penonton. Akankah kita seperti itu ?

Diskusi tentang inovasi sering dikaitkan dengan kegiatan yang bertemakan teknologi, riset, pendidikan tinggi, hingga pembangunan ekonomi, tujuannya antara lain meningkatkan kemampuan bersaing dalam bidang ekonomi. Bahkan komunitas yang sering disebut Triple Helix ABG (Akademia, Business, Government) yang bersinergi untuk melaksanakan kerjasama bertemakan inovasi ini telah dimulai ketika menyiapkan penelitian untuk pembangunan ekonomi dan daya saing terutama dalam bidang prioritas seperti energi, infrastruktur, pertanian, maritim, kesehatan termasuk ICT dan teknologi pertahanan.

Sebagaimana kita lihat saat ini, Indonesia tengah mendorong daya saing, kemandirian, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang berbasis pada kemampuan dalam negeri. Namun kenyataannya,  daya saing Indonesia yang dirilis oleh World Economic Forum dalam Global Competitivenes Indeks menurun dari ranking 37 (tahun 2015-2016) menjadi ranking 41 (tahun 2016-2017), sementara itu pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan tujuh persen pada tahun ini hanya mencapai 5,2 persen. Namun, Gini Ratio dari tahun ke tahun meningkat yaitu 0,35 (tahun 2008), 0,38 (tahun 2010), dan 0,40 (tahun 2016). Ini menegaskan bahwa kemandirian dan pembangunan Iptek belum sepenuhnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, sehingga perlu ada solusi diantaranya dengan mendorong perguruan tinggi dan lembaga litbang melakukan inovasi untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya saing yang tinggi.

Solusi Komprehensif.

Pertama, mempercepat penyelesaian Revisi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sekarang masih dalam proses. Terdapat sejumlah ketentuan dalam undang-undang yang perlu mendapat perhatian, diantaranya adalah penambahan jenis dan ragam industri yang harus disesuaikan dengan a) perkembangan lingkungan dan kemajuan, b) riset dan pengembangan Iptek yang selaras dengan kebutuhan serta c) manajemen inovasi yang terarah dan terstruktur.

Kedua, Integrasi sistem pendidikan tinggi kedalam system inovasi di Industri termasuk mobilisasi peneliti, perekayasa dan akademisi ke industri untuk mendorong inovasi. Potensi besarnya sumber daya penduduk, lembaga pendidikan tinggi, serta lembaga penelitian yang ada saat ini, memungkinkan untuk meningkatkan hasil penelitian berskala pasar. Indonesia saat ini memiliki 4.500 universitas, 260 politeknik, serta sejumlah Lembaga Litbang kementerian dan non kementerian, seharusnya mampu menciptakan top and middle skill workforce, pengembang industri berbasis Iptek dan income generatingmelalui pemanfaatan dan komersialisasi hasil riset. Bahkan seharusnya mampu menjadi katalisator dan dinamisator dalam mewujudkan daya saing, kemandirian dan kesejahteraan.

Ketiga, menentukan fokus bidang dan tahapan penguatan Inovasi yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi sumberdaya yang dimiliki. Anggaran riset saat ini Indonesia baru teralokasi sebesar 0,09% dari PDB dinilai sangat kecil, sementara itu, negara lain yang lebih maju seperti Jepang dan Korea sudah menginvestasikan dana riset jauh lebih besar untuk dari Indonesia untuk pengembangan riset berskala pasar. Karena itu diperlukan langkah dan upaya secara komprehensif terintegrasi untuk merumuskan perencanaan investasi litbang termasuk penerapan teknologi dan inovasi. Mengakselerasi peningkatan tata kelola industri dengan mempersiapkan kebutuhan program dan anggaran riset inovatif setidaknya sebesar 1,5% dari PDB.

Keempat, memastikan institusi riset pemerintah berperan sebagai “main gate” konsorsium riset dan pengembangan Iptek baik dari dalam dan luar negeri, termasuk management inovasi yang dibangun di dalamnya.

Pada akhirnya negara harus hadir sejak awal lahirnya industri berbasis Inovasi untuk melanjutkan estafet dalam management Inovasi di industri yang lebih profesional dan profitable dengan cara menata ulang:

  1. Kajian mendalam terhadap Pola Lisensi & progressive manufacturing dengan sasarannya adalah pengenalan dan penguasaan teknologi produksi (manufacturing) yang maju untuk satu produk unggulan yang sudah ada di pasaran, dilanjutkan dengan menetapkan perencanaan dan model implementasi yang lebih sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.
  2. Kajian mendalam terhadap model Technology integration, dengan penguasaan teknik produksi yang lebih maju, mencoba dan melanjutkan pola peng-integrasian komponen-komponen teknologi yang sudah ada menjadi produk baru.
  3. Desain dan rancang bangun produk baru unggulan adalah syarat mutlak pasca penguasaan integrasi teknologi, yaitu membangun produk yang sama sekali baru secara mandiri sebagai produksi asli Indonesia.
  4. Research and Development, ketika Negara telah mampu membuat satu produk baru, maka melalui litbang di harapkan dapat menciptakan penyempurnaan, inovasi dan modifikasi, produk yg lebih maju diperlukan untuk meraih dan mempertahankan keunggulan produk di pasaran internasional.
  5. Menetapkan pasar (market oriented), bahwa negara tidak hanya memberi insentif dan investasi, tetapi mendorong menjual produk untuk kebutuhan sendiri. Indonesia yang luas merupakan market potensial, seperti Pemda, Kementerian, BUMN dan BUMD dapat dijadikan sebagai pasar, sehingga riset dan pengembangan Iptek dan Inovasi di industri dapat terus bertumbuh hingga mampu bersaing di pasar bebas.

Tidak ada kata menyerah dalam mengawal kemandirian bangsa melalui penguatan SDM berkompetensi tinggi, Iptek yang selaras dengan kebutuhan serta system dan manajemen Inovasi yang kuat. Satu kunci sukses adalah sinergi antara Akademia, Business dan Goverment dalam Triple Helix Strategy yang kuat dan mampu mendorong hasil riset menjadi penghela daya saing dan pertumbuhan ekonomi.

oleh:

Agus Puji Prasetyono

Dosen Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta

dan Staf Ahli Menteri Bidang Relevansi dan Produktivitas Kemenristekdikti

Sumber: https://ristekdikti.go.id/inovasi-penghela-daya-saing-dan-pertumbuhan-ekonomi/

Sumber: Kolom Opini – Ristekdikti

Exit mobile version