Site icon Majalah Grak

Dinamika Pendidikan Islam dalam Menjawab Digitalisasi

Dinamika Pendidikan Islam dalam Menjawab Digitalisasi

Dinamika Pendidikan Islam dalam Menjawab Digitalisasi

historic moroccan architecture in casablanca

Ajaran Islam pada hakikatnya memiliki sifat yang universal dan abadi, tidak terikat oleh waktu dan tempat. Nilai-nilai dasar seperti keadilan, kejujuran, tanggung jawab, dan kasih sayang senantiasa relevan sepanjang zaman. Meskipun demikian, penerapan nilai-nilai tersebut dalam praktik sehari-hari memerlukan pendekatan yang kontekstual dan dinamis, terutama dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini, ilmu fikih sebagai bentuk pemahaman terhadap hukum Islam telah memberikan contoh bagaimana nilai-nilai yang tetap (tsawabit) dapat dipahami secara moderat mengikuti dinamika perubahan zaman.

Digitalisasi menjadi tantangan besar sekaligus peluang bagi dunia pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Era ini menghadirkan perubahan besar dalam cara berpikir, belajar, dan berinteraksi sosial. Pendidikan Islam tidak bisa berpangku tangan atau terpaku pada metode tradisional semata. Justru, era digital harus dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan dan memperdalam pengaruh nilai-nilai Islam di tengah masyarakat global.

Pendidikan Islam memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak peradaban digital. Dalam sejarahnya, Islam pernah melahirkan peradaban ilmu pengetahuan yang cemerlang melalui lembaga-lembaga seperti Bayt al-Hikmah disaat orang-orang takut dengan ilmu. Kini, momentum itu dapat dihidupkan kembali dengan memanfaatkan teknologi digital sebagai medium penyebaran ilmu yang luas dan inklusif. Platform digital seperti aplikasi pembelajaran, e-learning, podcast, dan media sosial dapat menjadi ladang dakwah sekaligus tempat pendidikan.

Digitalisasi juga membawa berbagai potensi permasalahan sosial, seperti disinformasi, polarisasi, krisis etika, dan kecanduan teknologi. Di sinilah pendidikan Islam perlu berperan sebagai solusi yang memoderasi nilai untuk tidak terdegradasi dan senantiasa mengedepankan akhlak, etika, dan tanggung jawab sosial. Ajaran Islam tentang tabayyun (klarifikasi informasi), amar makruf nahi munkar, serta pentingnya menjaga lisan dan hati, sangat relevan dalam menyikapi tantangan digital ini.

Pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada transfer ilmu agama, tetapi juga harus diarahkan pada pembentukan kepribadian manusia yang utuh: cerdas secara intelektual, matang secara spiritual, dan kokoh secara moral. Hal ini menjadi penting karena digitalisasi bisa melemahkan karakter jika tidak dibarengi dengan nilai yang kuat. Di sinilah peran pendidikan Islam sebagai pondasi nilai yang kokoh, yang tidak tergoyahkan oleh gelombang informasi yang instan.

Dalam aspek kurikulum, pendidikan Islam perlu merevisi pendekatannya agar lebih integratif dan aplikatif. Pengajaran fikih, tauhid, dan akhlak harus dikaitkan dengan konteks digital: bagaimana bersikap etis di media sosial, bagaimana memahami batas halal-haram dalam transaksi digital, hingga bagaimana menjaga privasi dan martabat di ruang maya. Dengan begitu, pendidikan Islam tetap relevan dan aplikatif.

Dari sisi metode pembelajaran, transformasi digital membuka peluang pemanfaatan teknologi edukatif seperti pembelajaran berbasis video, kelas virtual, gamifikasi, dan kecerdasan buatan (AI). Hal ini dapat meningkatkan minat belajar dan efektivitas penyampaian materi, asalkan tetap dalam bingkai nilai-nilai Islam. Guru-guru dan pendidik perlu mendapatkan pelatihan agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ini.

Namun demikian, digitalisasi juga mengandung risiko dehumanisasi, yakni hilangnya hubungan manusiawi dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus tetap menekankan aspek talaqqi (pembelajaran langsung dengan guru), pembinaan akhlak, dan spiritualitas. Peran guru sebagai pembimbing ruhani dan moral tidak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apapun.

Lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren perlu menjadi pusat inovasi digital berbasis nilai, bukan hanya sekadar mengikuti arus teknologi. Hal ini menuntut dukungan dari pemerintah, ormas Islam, dan masyarakat luas untuk mendorong digitalisasi yang sehat dan bernilai. Perlu investasi yang serius dalam infrastruktur digital, pelatihan SDM, serta kurikulum yang responsif terhadap zaman.

Pendidikan Islam juga harus mendorong kolaborasi lintas disiplin. Integrasi ilmu agama dan ilmu umum bukan hanya sebuah idealisme, tetapi kebutuhan mendesak, dan saat ini peluang ini terbuka lebar. Seorang siswa madrasah tidak cukup hanya memahami Al-Quran dan Hadis, tetapi juga harus memahami coding, literasi digital, dan berpikir kritis agar bisa menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan identitas keislamannya.

Dalam dunia yang serba cepat ini, pendidikan Islam perlu menanamkan kebijaksanaan (hikmah) dalam bermedia dan bersikap. Hikmah menjadi fondasi dalam mengambil keputusan yang tepat, tidak reaktif, dan tetap bijaksana dalam menghadapi gempuran informasi. Karakter seperti ini hanya bisa ditanamkan melalui pendidikan yang membentuk hati dan akal secara bersamaan.

Digitalisasi juga memberi peluang kepada pendidikan Islam untuk lebih inklusif. Dulu, akses pendidikan terbatas oleh jarak dan biaya. Kini, dengan platform daring, jutaan umat Islam di pelosok dunia bisa mengakses pengajaran ulama dan cendekiawan dari berbagai belahan dunia. Ini adalah peluang besar untuk membumikan Islam rahmatan lil alamin secara global.

Pendidikan Islam juga harus menyiapkan generasi da’i dan cendekiawan digital. Mereka bukan hanya paham ilmu agama, tetapi juga piawai menggunakan teknologi untuk menyampaikan dakwah dan solusi keislaman. Da’i digital yang inspiratif, profesional, dan terampil akan menjadi ujung tombak kebangkitan Islam di era yang baru.

Kita juga tidak bisa memungkiri bahwa digitalisasi telah dan akan terus mengubah wajah pendidikan secara menyeluruh. Tetapi justru di sinilah letak kekuatan Islam yang bersifat universal dan kontekstual melintas zaman dan generasi. Pendidikan Islam yang dinamis, terbuka, dan berbasis nilai mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian untuk berubah dan kemauan untuk memperkuat fondasi nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam.

Pada akhirnya, dinamika pendidikan Islam harus dapat menampilkan digitalisasi yang bukan sekadar soal teknologi, tetapi soal misi peradaban. Pendidikan Islam harus mampu membentuk manusia yang bukan hanya kompeten, tetapi juga amanah dan bertakwa. Hanya dengan begitu, Islam akan kembali menjadi mercusuar dunia, bukan hanya karena ilmunya, tetapi karena nilai dan keteladanannya dalam menjawab tantangan zaman.

Artikel asli: https://perguruandarulfunun.id/20250430-dinamika-pendidikan-islam-dalam-menjawab-digitalisasi

Exit mobile version