Kota Madinah dan Damaskus pernah terhubung oleh jaringan rel kereta api. Jejak transportasi itu kini bisa dilihat di Hejaz Railway Museum, Madinah. Di sela kesibukan meliput penyelenggaraan musim haji kali ini, tim Media Center Haji (MCH) Daerah Kerja Madinah sempat bertandang kesana. Seperti apa museum kereta api yang kini berubah menjadi restoran itu? Berikut laporannya.
Dilihat sekilas, Hejaz Railway Museum lebih mirip taman. MCH Daker Madinah, Kamis (13/09) sore berkunjung ke museum yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari Masjid Nabawi tersebut. Tiket masuk hanya 5 riyal atau sekitar Rp 20 ribu per orang. Saat peak season, tiket dijual dengan harga dua kali lipat atau 10 riyal. Tapi, jangan harap mendapat bukti tiket. Begitu uang diserahkan, petugas loket langsung mempersilakan masuk tanpa memberi kertas tiket.
Pengunjung saat itu sedang sepi. Hanya ada beberapa keluarga Arab yang terlihat duduk-duduk di kursi taman. Ada juga beberapa perempuan yang mengenakan abaya dan cadar berwarna hitam. “Kalau sore memang sepi, soalnya menjelang Magrib. Setelah salat Isya biasanya ramai,” kata Mohammed Hamim, sang penjaga loket yang lumayan mampu berbahasa Inggris.
Arab Saudi memang menerapkan aturan ketat pada semua pelaku usaha. Setiap terdengar suara azan, semua aktifitas usaha harus berhenti. Tidak boleh tidak. Selesai salat baru boleh buka lagi.
Di dekat pintu masuk museum terdapat satu gerbong berwarna cokelat. Gerbong itu pernah berjaya pada masanya. Agak masuk ke dalam, terdapat amphitheater mini untuk tempat pertunjukan atau sekadar nongkrong. Di antara pepohonan terdapat jalan setapak. Sisi kiri dan kanannya dilengkapi bangku panjang untuk tempat duduk pengunjung. Ada pula taman rumput yang dihiasi pepohonan kurma. Saat malam, lampu biru dan kuning yang melilit pohon kurma itu menyala. Pemandangan terasa makin warna-warni.
Di pinggir taman terdapat kios-kios yang menyajikan aneka cemilan dan minuman. Agak aneh rasanya melihat pemandangan serbahijau di Arab Saudi yang panas dan tandus. ’’Kota Madinah memang beda dengan Makkah. Tata kota Madinah lebih baik. Banyak taman. Lebih tentram,’’ jelas M. Rofi’i, warga Indonesia yang menjadi penerjemah bagi petugas haji.
Di ujung museum ada dua lokomotif yang pernah beroperasi pada tahun 1900-an. Namun, dua lokomotif itu telah dirombak menjadi restoran unik. Lokomotif dicat warna hitam dan tersambung dengan 12 gerbong. Tapi, bukan gerbong asli. Gerbong-gerbong itu telah disulap menjadi ruang makan. Saat malam, restoran lokomotif itu terlihat lebih hidup karena dihiasi lampu sorot.
Restorasi museum rupanya belum selesai. Sebab, di beberapa lokasi terlihat material proyek masih berserakan. Rencananya, museum itu dilengkapi dengan kids zone untuk area permainan anak. Ada juga rencana pembangunan taman baru yang sedang dikerjakan. Kerajaan Arab Saudi kini memang getol-getolnya membenahi berbagai obyek wisata.
Mereka telah mencanangkan gerakan Saudi Vision 2030. Inti dari gerakan itu adalah melepaskan Arab Saudi dari ketergantungan pada minyak. Sektor pariwisata diharapkan mampu mengganti pendapatan negara dari penjualan minyak. Nah, Hejaz Railway Museum termasuk salah satu destinasi wisata andalan Arab Saudi yang kini sedang direstorasi.
Museum ini masuk wilayah distrik Al-Anbariya. Pada masa lalu, kawasan tersebut merupakan stasiun kereta api aktif. Sisa-sisa rel kereta masih tampak di area museum terbuka itu. Beberapa referensi menyebutkan, jaringan rel kereta api itu dibangun pada tahun 1900 dan selesai pada 1908. Kedatangan perdana kereta di Madinah pada 1 September 1908.
Rel tersebut pernah menghubungkan kawasan Damaskus (Syria) dengan Madinah (Arab Saudi). Jaraknya sekitar 1.320 kilometer. Pada masa itu, kereta api tersebut menjadi satu-satunya alat transportasi umum yang dimanfaatkan oleh jamaah haji dari Syria, Jordania, Pakistan, Iraq, dan Turki. Sebelum kereta api tersebut beroperasi, perjalanan menuju Arab Saudi butuh waktu sekitar 40 hari menggunakan unta. Melintasi gunung dan gurun pasir. Setelah kereta api beroperasi, perjalanan makin singkat. Hanya lima hari.
Sempat muncul rencana untuk memperpanjang jaringan rel hingga menjangkau Makkah. Namun, perang dunia pertama membatalkan rencana prestisius tersebut. Beberapa stasiun dan jaringan rel hancur akibat perang. Kereta api tersebut akhirnya benar-benar berhenti beroperasi pada 1921.
Pada 1983, pengelolaan Hejaz Railway Station diserahkan pada lembaga bernama Antiquities and Museum Agency. Lalu, pada 1998, Gubernur Madinah Prince Abdul Majeed bin Abdulaziz meresmikan dimulainya proyek restorasi stasiun tersebut. Proyek tersebut dikendalikan oleh Saudi Commission for Tourism and Antiquities (SCTA). Saat itulah stasiun itu diubah menjadi museum.
Kini, museum kereta api itu menjadi satu dengan kantor Al Madina Al-Munawara Antiquities. MCH Daker Madinah juga mengunjungi kantor dua lantai tersebut. Kantor itu juga memamerkan foto-foto Madinah masa lalu. Ada pula aneka batu-batuan asli Madinah yang dikumpulkan dari berbagai masa. Misalnya, translucent quartz yang mirip berlian, harrie stone, pink quartz, dan flint stone.
”Madinah punya banyak batu unik karena dikelilingi perbukitan,’’ kata seorang penjaga museum. Selain menjadi saksi sejarah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Madinah memang memang menyimpan potensi arkeologis bernilai seni tinggi.
Sumber: https://kemenag.go.id/berita/read/508738/hejaz-railway-museum–saksi-sejarah-kereta-api-pertama-di-madinah
Sumber: RSS Kementerian Agama RI